WahanaNews.co | Badai matahari dahsyat menghantam Bumi pada 9.200 tahun yang lalu. Badai dahsyat itu menorehkan bekas permanen yang terekam di lapisan es Greenland dan Antarktika.
Temuan badai itu membuat para peneliti khawatir. Alasannya, badai diketahui terjadi ketika suar surya atau ledakan besar di atmosfer matahari seharusnya jarang terjadi.
Baca Juga:
Sedikitnya 9 Orang Tewas Akibat Terjangan Badai di Australia
Peneliti pun menyoroti kemungkinan apabila badai matahari dahsyat menghantam pada waktu yang tak terduga.
Selain itu, peneliti khawatir jikalau Bumi tidak siap memitigasi dampak badai matahari sedahsyat 9.200 tahun lalu.
Apa itu badai matahari?
Sebagaimana disarikan Live Science, badai matahari terjadi ketika garis medan magnet di bagian terluar atmosfer matahari “tercekik”, lalu secara kasar tiba-tiba terhubung kembali.
Baca Juga:
Taiwan Bakal Diterjang Topan Koinu dalam Beberapa Hari Ke Depan
Fenomena itu akan menyebabkan ledakan besar plasma dan medan magnet yang disebut coronal mass ejection (CME). Gelombang ini kemudian bertiup ke seantero ruang angkasa.
Apabila suatu CME yang cukup kuat menerpa Bumi, gelombang dapat menekan pelindung magnetik Bumi dan menyebabkan fenomena yang dikenal sebagai badai matahari.
Dampak badai matahari dahsyat ke Bumi, bisa timbulkan kiamat komunikasi
Badai matahari ringan bisa merusak satelit dan mengganggu transmisi radio. Namun, badai matahari dahsyat bisa menimbulkan kerusakan besar di Bumi.
Badai matahari dahsyat dapat menyebabkan mati listrik massal di seluruh dunia dan merusak secara permanen infrastruktur listrik.
Sejumlah ilmuwan khawatir bahwa badai matahari dahsyat bisa berdampak pada kabel internet bawah laut.
Sehingga, “kiamat internet” terjadi dan sebagian besar koneksi di permukaan Bumi terputus selama berbulan-bulan.
Gelombang CME umumnya memuncak setiap 11 tahun sekali. Ketika itu, aktivitas magnetik di bagian terluar atmosfer matahari diketahui memuncak.
Akan tetapi, jejak badai matahari yang ditemukan peneliti di Greenland dan Antarktika berbeda.
Badai dahsyat itu justru terjadi ketika aktivitas magnetik matahari sedang rendah atau dalam titik solar minimum.
Sebuah studi yang dirilis di jurnal Nature Communications mengungkapkan temuan tersebut.
Dalam artikel itu, para peneliti memeriksa inti es dan menemukan jejak badai matahari dahsyat yang sebelumnya tidak diketahui.
Jejak badai matahari diketahui dari isotop radioaktif yang terekam di inti es.
Isotop radioaktif itu terbentuk ketika partikel lontaran matahari menabrak elemen-elemen di atmosfer Bumi.
Sampel inti es yang diambil dari Greenland dan Antarktika menunjukkan kenaikan drastis elemen radionuclides beryllium-10 dan chlorine-36 sekitar 9.200 tahun lalu.
Artinya, suatu badai matahari dahsyat menghantam Bumi waktu itu.
“Badai besar ini saat ini tidak dimasukkan secara cukup ke dalam asesmen risiko,” kata Raimund Mushceler, geolog Universitas Lund Swedia sekaligus salah satu penulis studi tersebut.
“Sangat penting untuk menganalisis apa yang bisa disebabkan kejadian ini terhadap teknologi masa kini dan bagaimana kita bisa melindungi diri,” imbuhnya.
Badai matahari 9.200 tahun lalu diperkirakan sekuat badai matahari terdahsyat yang pernah terekam, peristiwa yang terjadi ketika puncak aktivitas magnetik matahari pada 775 dan 774 SM.
Para peneliti pun menyebut, pemeriksaan terhadap jejak badai matahari kuno di inti es atau lingkar pohon penting untuk mengetahui lebih jauh tentang siklus 11 tahunan matahari dan kaitannya dengan badai ekstrem. [qnt]