WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan faktor utama yang menyebabkan banjir di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 2 hingga 4 Maret 2025.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkap bahwa banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek dipicu oleh curah hujan ekstrem di kawasan Puncak, Bogor.
Baca Juga:
Sodetan Ciliwung Dipertanyakan, Warga Kebon Pala II Masih Terendam Banjir
Ia menjelaskan bahwa fenomena ini terjadi akibat perkumpulan awan konvektif berskala mesoskala.
“Pembentukan awan ini umumnya berlangsung dari sore hingga malam hari dan hujan turun pada pagi hari.
Skala pergerakannya dapat mencapai 50 hingga 100 ribu kilometer, dengan suhu puncak awan berkisar antara -32 hingga -52 derajat Celcius,” ujar Guswanto dikutip dari tayangan Tv One pada Selasa (4/34/2025).
Baca Juga:
Kota Bekasi Dikepung Banjir: 8 Kecamatan Terdampak, Ribuan Warga Mengungsi
BMKG mencatat curah hujan ekstrem terjadi di dua lokasi utama, yaitu di wilayah Gunung Mas dengan intensitas 195 milimeter dan Citeko sebesar 168 milimeter.
Kedua wilayah ini termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang mengarah ke Jakarta, sehingga menyebabkan banjir di ibu kota pada tanggal 2 hingga 4 Maret.
BMKG memperkirakan bahwa kondisi cuaca ekstrem ini akan mereda mulai 6 Maret, meskipun masih terdapat potensi hujan dengan intensitas sedang di Jabodetabek.
Perbandingan dengan Banjir 2020
Guswanto menegaskan bahwa meskipun banjir kali ini cukup signifikan, intensitas curah hujan yang tercatat masih lebih rendah dibandingkan banjir besar yang melanda Jabodetabek pada tahun 2020.
Saat itu, curah hujan tertinggi tercatat di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, mencapai 377 mm dalam sehari, yang dipicu oleh fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO).
“Saat ini, curah hujan tertinggi tercatat di Sumur Batu, Bekasi, dan Gunung Mas, dengan angka 208 mm per hari. Ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2020,” jelasnya.
Sementara kondisi cuaca di Jabodetabek diperkirakan akan berangsur membaik, cuaca ekstrem masih terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia, seperti Kalimantan, Bengkulu, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.
Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perkumpulan awan konvektif berskala meso, sirkulasi siklonik, serta pertemuan massa udara yang memicu pembentukan awan hujan.
“Untuk Jabodetabek, kami memperkirakan kondisi cuaca akan mulai stabil setelah tanggal 6 Maret, meskipun potensi hujan sedang masih ada,” pungkas Guswanto.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]