WahanaNews.co | Tahun ini, ada astronaut Uni Emirat Arab (UEA) Sultan AlNeyadi yang akan berpuasa di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Ia menjadi astronaut Arab pertama yang akan menghabiskan waktu lama, yakni 6 bulan, di ISS.
Puasa Ramadhan wajib dilaksanakan umat muslim tidak terkecuali para astronaut yang bertugas di luar angkasa. Namun, mereka memiliki cara yang berbeda dari berpuasa di Bumi.
Baca Juga:
Asrtonom Saudi Sebut Tahun 2030 Ramadan 2 kali, Umat Muslim Puasa 36 Hari
Pada Februari, dia berangkat menggunakan roket Falcon 9 milik SpaceX bersama astronaut NASA, yakni Stephen Bowen dan Warren Hoburg; serta kosmonaut Rusia Andrey Fedyaev.
Neyadi mengklaim dirinya tidak wajib berpuasa lantaran masuk ke dalam kategori musafir.
"Saya masuk ke dalam kategori musafir dan kami sebetulnya bisa tidak berpuasa. Itu bukan kewajiban," kata AlNeyadi dalam jumpa pers seperti dilansir AFP, diberitakan CNNIndonesia dikutip, Jumat (24/3/2023).
Baca Juga:
Tips Aman Makan Kurma saat Buka Puasa bagi Pengidap Diabetes
"Sebetulnya, berpuasa tidak wajib, jika Anda merasa tidak enak badan"ia menambahkan.
Dia juga mengatakan puasa tidak wajib jika membahayakan atau mengancam misi ini. Selain itu, ada keselamatan astronaut lain yang harus menjadi pertimbangan.
"Jadi, dalam hal itu, semua hal yang bisa membahayakan misi ini, atau membahayakan kru lain, kami diperbolehkan makan makanan yang cukup," kata dia.
Meski ada pengecualian, tetap ada panduan bagi astronaut muslim yang ingin tetap berpuasa. Salah satu panduan dikeluarkan oleh Department of Islamic Development Malaysia (JAKIM).
Berkaitan dengan puasa, ada dua poin yang disebut dalam panduan tersebut. Pertama, puasa diperbolehkan di ISS atau Qada alias menggantinya saat astronaut pulang ke Bumi.
Kedua, waktu berpuasa disesuaikan dengan zona waktu lokasi pemberangkatan astronaut.
Selain berpuasa, JAKIM juga mengeluarkan panduan ibadah lain seperti solat dan berwudu. Untuk solat, waktunya juga ditentukan berdasarkan zona waktu lokasi pemberangkatan.
Selain itu, JAKIM juga memperbolehkan astronaut menjamak dang meng-qashar salat. Soal gerakan, astronaut diizinkan solat seperti biasa dalam posisi berdiri.
Akan tetapi jika tidak dimungkinkan, astronaut bisa melakukannya dengan duduk dan berbaring. Saat berbaring, kedipan mata bisa digunakan sebagai indikator pergantian raka'at.
Astronaut juga dapat menghadap ke beberapa arah dengan prioritas tetap mengarah ke Ka'bah. [tum/cnnindonesia]