WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dua zona megathrust yang sudah lama tidak melepaskan energi besar berpotensi menyebabkan gempa besar di Indonesia, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Sebelumnya, gempa besar megathrust Nankai di Jepang Selatan pada 8 Agustus lalu telah diprediksi oleh BMKG, seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
"Hasil pemodelan tsunami oleh BMKG menunjukkan adanya status ancaman 'waspada' dengan tinggi tsunami kurang dari setengah meter, dan ini akhirnya terkonfirmasi dengan terjadinya tsunami di Pantai Miyazaki Jepang setinggi 31 cm yang tidak menimbulkan kerusakan," kata Daryono, melalui keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (13/8/2024).
Sebagai informasi, sumber gempa Megathrust Nankai terletak di sebelah timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki di Jepang Selatan. Megathrust Nankai termasuk zona 'seismic gap' atau zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam beberapa puluh hingga ratusan tahun terakhir.
Saat ini, diduga zona tersebut sedang mengalami akumulasi medan tegangan atau stress kerak bumi.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Barat Sosialisasi Mitigasi Gempa, Antisipasi Megathrust
"Sistem Megathrust Nankai memang sangat aktif. Berdasarkan data sejarah, zona sumber gempa ini dapat memicu gempa dahsyat dengan magnitudo M8,0 atau lebih setiap satu atau dua abad," jelas Daryono.
Palung Nankai memiliki beberapa segmen megathrust, namun jika seluruh tepian patahan tergelincir sekaligus, ilmuwan Jepang meyakini palung tersebut dapat menghasilkan gempa berkekuatan hingga M9,1.
Mirip dengan Jepang
Daryono juga menyatakan bahwa kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai mirip dengan yang dirasakan ilmuwan Indonesia terkait Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9).
"Gempa di kedua segmen megathrust ini kemungkinan hanya tinggal menunggu waktu karena sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar di wilayah tersebut," ujarnya.
Namun, masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena BMKG dapat memantau situasi seperti yang terjadi di Jepang secara real-time.
"Tidak perlu khawatir karena kami dapat menganalisis dengan cepat, termasuk memodelkan tsunami dan dampaknya menggunakan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System). BMKG akan segera menyebarkan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami ke seluruh wilayah Indonesia, terutama bagian utara," ungkap Daryono.
Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG telah menyiapkan sistem monitoring, pemrosesan, dan penyebaran informasi gempa bumi serta peringatan dini tsunami yang lebih cepat dan akurat.
Sejauh ini, BMKG telah memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, simulasi evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, pemangku kepentingan, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai, serta infrastruktur penting seperti pelabuhan dan bandara pantai.
Pelatihan ini dikemas dalam program Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan Pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community).
"Kami berharap upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami ini dapat berhasil dengan menekan risiko dampak bencana yang mungkin terjadi seminimal mungkin, bahkan hingga mencapai zero victim," tutupnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]