WahanaNews.co | Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, secara daring, pada Kamis, (8/12) kemarin, mengungkapkan patahan gempa Cianjur merupakan patahan yang baru teridentifikasi.
Dwikorita menjelaskan BMKG melakukan empat dasar penetapan zona patahan, salah satunya pergerakan patahan dan sebaran gempa susulan yang direkam sensor BMKG.
Baca Juga:
Normal Fault Kerak Bumi Picu Gempa 5,4 M di Sanana Maluku Utara
BMKG langsung merilis temuan zona Patahan Cugenang yang memicu gempa utama M5,6 di Cianjur, Jawa Barat, pada 21 November 2022 lalu. Seperti diketahui pusat dari gempa yang menyebabkan puluhan ribu rumah rusak dan lebih dari 300 jiwa melayang itu tak tepat berada di Sesar Cimandiri, atau belum dikenal sebelumnya.
Dalam temuan BMKG, zona patahan itu sepanjang 8-9 kilometer, mulai dari Desa Nagrak sampai Ciherang dengan arah tenggara-barat laut. Adapun radius kanan-kirinya sejauh 200-500 meter sehingga total luasan diperhitungkan 8,09 kilometer persegi.
Di antara dua desa itu melewati antara lain wilayah Desa Cibulakan, Desa Benjot, Desa Sarampad, Desa Mangunkerta, Desa Nyalindung dan Desa Cibeureum yang termasuk Kecamatan Cugenang. Wilayah kecamatan ini disebutkan sebagai episentrum dari gempa M5,6 yang lalu.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
"Sudah kami sampaikan sebagai rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk dikosongkan dari peruntukan permukiman," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada Kamis, 8 Desember 2022.
Dwikorita menerangkan, survei penetapan zona patahan Cugenang tersebut baru saja selesai pada Rabu kemarin. Dasarnya, antara lain, mekanisme fokal dan sebaran gempa-gempa susulan yang terjadi. Juga apa yang disebut pelamparan kemenerusan retakan di permukaan tanah.
Data sebaran kerusakan bangunan dan titik longsor yang terjadi karena gempa itu juga ikut dikumpulkan dalam survei, serta kelurusan morfologi.
Dwikorita menekankan pentingnya survei untuk memetakan patahan gempa Cugenang ini dan berharap pemerintah daerah dan pusat bisa mengikuti rekomendasi yang diberikan. Dia mengatakan, bersama rekomendasi yang disampaikan, telah dihitung pula bersama Kementerian PUPR dan pemerintah daerah setempat untuk jumlah rumah yang harus direlokasi.
"Bisa digunakan untuk peruntukan lain seperti zona konservasi, resapan atau wilayah terbuka hijau, tapi mohon rumah-rumah tidak dibangun di zona tersebut," katanya. Alasannya, kurang lebih 20 tahun lagi kalau terjadi perulangan gempa di lokasi yang sama, "Insya Allah tidak terjadi rumah runtuh dan korban jiwa lagi."
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menambahkan pentingnya patuh kepada rekomendasi itu. Dari temuan survei di lapangan didapati dampak gempa sangat merusak di Cianjur tak semata karena kedalaman gempa darat yang dangkal dan struktur bangunan yang tidak memenuhi standar aman gempa.
Tapi, ada juga faktor lokasi permukiman yang berada pada tanah lunak atau lepas dan perbukitan (efek topografi). "Guncangan gempa tidak hanya menimbulkan rekahan tapi juga melorot atau longsor cukup parah. Ini terjadi di banyak tempat di Cugenang," kata Daryono.
Faktor itu menyebabkan rumah berkualitas baik pun ikut menjadi korban dampak gempa. "Sangat membahayakan untuk permukiman di masa depan."
Daryono menambahkan data sekitar 1.800 rumah yang harus direlokasi berasal dari wilayah desa Talaga, Sarampad, Nagrak dan Cibulakan. Keempatnya disebut Daryono berada dalam zona bahaya Patahan Cugenang. [rds]