WahanaNews.co | Meta, perusahaan induk Facebook (FB), Instagram (IG), dan WhatsApp (WA) merilis Threads pada Kamis (06/07/23).
Threads adalah mikroblog yang sangat mirip dengan Twitter.
Baca Juga:
Utamakan Kesehatan Masyarakat, Pengurus Desa Tambak Tinggi Normalisasi sungai Batu Kurik
Di Threads, pengguna bisa menuliskan berbagai hal dalam 500 karakter. Pengguna juga bisa mengunggah foto dan video, serupa di Twitter.
Nah, dalam sebuah wawancara dengan media teknologi The Verge, CEO Instagram, Adam Mosseri, mengaku bahwa perusahaan memang memanfaatkan kondisi yang sedang dialami Twitter untuk meluncurkan Threads.
Seperti yang diketahui, Twitter saat ini merilis berbagai kebijakan yang "memaksa" pengguna untuk membayar langganan Twitter Blue.
Baca Juga:
Videonya Viral, Selebgram Cut Intan Nabila Dihajar Suaminya Bertubi-tubi
Yang terbaru adalah pembatasan jumlah twit harian yang bisa dibaca pengguna. Mosseri melihat kondisi sebagai peluang bagi perusahaan.
Adanya kecenderungan mudah berubah (volatilitas) dan ketidakpastian yang tengah terjadi di Twitter menjadi celah yang dimanfaatkan Meta untuk memperkenalkan aplikasi barunya, Threads.
“Tentu saja, Twitter sudah menjadi pelopor di segmen ini. Ada berbagai macam hal yang bisa ditawarkan ke dalam percakapan publik,” ujar Mosseri.
“Tetapi, mengingat apa yang sedang terjadi, kami melihat adanya peluang untuk mengembangkan sesuatu yang terbuka dan baik untuk komunitas pengguna yang sudah memiliki Instagram,” tambah Mosseri.
Meski demikian, Mosseri mengatakan bahwa hal ini menjadi tantangan yang besar untuk membangun jaringan yang begitu besar seperti Twitter.
Bos Instagram tersebut mengatakan akan menjadi keputusan yang salah jika meremehkan Twitter dan Elon Musk.
“Saya pikir akan menjadi sebuah kesalahan ketika meremehkan keduanya, Twitter dan Elon Musk (selaku pemilik Twitter). Twitter memiliki banyak sejarah, aplikasi itu memiliki komunitas yang kuat serta bersinergi di dalamnya. Efek dari jaringannya sangat kuat,” ujar Mosseri.
Mosseri juga mengaku bahwa kehadiran Threads tidak ditujukan untuk menyaingi atau bahkan menggantikan Twitter. Bos Instagram itu justru lebih tertarik untuk mengembangkan budaya yang relevan dan komunitas pengguna Threads.
“Saya pikir Twitter akan terus Anda. Saya pikir kami ingin komunitas yang bersinergi dari para kreator yang benar-benar dapat relavan secara budaya. Ini akan sangat baik jika bisa tumbuh dengan sangat besar,” jelas Mosseri.
"Akan tetapi, saya sebenarnya lebih tertarik agar Threads bisa berkembang menjadi aplikasi yang relevan secara budaya dan memiliki jutaan pengguna di dalamnya,” tambah Mosseri.
Meta sendiri sudah merencanakan peluncuran Threads, aplikasi yang mirip Twitter sejak Desember 2022 lalu. Namun, di saat yang bersamaan, Mosseri menyebut bahwa Threads juga memiliki risiko cukup besar sejak peluncurannya.
Meta mempermudah pengguna mengakses Threads dengan mengintegrasikan profil di Instagram ke aplikasi yang baru. Akan tetapi, dinamika dan pengalaman yang ditawarkan Threads masih jauh dari Twitter.
Seperti yang diketahui, tampilan dari Threads dan Twitter memiliki banyak kesamaan. Di tampilan muka aplikasi, Threads menampilkan konten berbasis teks dari pengguna lain yang dapat disukai (likes), diberi komentar (reply), di-posting ulang (seperti retweet), hingga dibagikan ke Instagram Stories, Feeds, hingga Twitter.
Pengguna juga dapat mengunggah teks dengan maksimal 500 karakter, disertai foto ataupun video berdurasi lima menit.
Pengguna juga dapat menautkan tautan (link) untuk menambah informasi lainnya. Hanya saja, perbedaannya terletak pada antarmuka (UI/User Interface) di aplikasi.
Threads didominasi oleh warna hitam, disertai teks dan ikon berwaran putih. Sementara Twitter, tampilannya lebih berwarna karena menyediakan opsi mode gelap dan terang, serta menggunakan elemen warna biru.
Siasat Elon Musk "paksa" pengguna langganan Twitter Blue Beberapa waktu belakangan, Elon Musk membelakukan aturan-aturan baru di Twitter yang "memaksa" pengguna harus langganan Twitter Blue.
Contohnya adalah pembatasan jumlah twit yang dibaca per hari. Pengguna berlangganan alias Twitter Blue diperbolehkan membaca 10.000 twit/hari, pengguna reguler alias tidak berbayar 1.000 twit/hari, sedangkan pengguna reguler yang baru mendaftar hanya 500 twit per hari.
Selain membatasi jumlah twit, Twitter juga mewajibkan pengguna yang ingin mengakses layanan desktop (streamreader) resmi Twitter, TweetDeck harus terlebih dahulu berlangganan Twitter Blue.
Twitter memungkinkan pengguna Twitter Blue untuk mengirimkan cuitan yang lebih panjang. Twit yang dikirimkan maksimal sepanjang 25.000 karakter.
Kemudian pada Maret lalu, pengguna yang berlangganan Twitter Blue dapat mengunggah video berdurasi 120 menit atau 2 jam dengan maksimal ukuran file 8 GB.
Penambahan durasi tersebut naik dua kali lipat, sedangkan ukuran file videonya naik emapt kali lipat. Sebelumnya, pengguna Twitter hanya dapat mengunggah video berdurasi 60 menit (1 jam) dengan file berukuran 2 GB.
Aturan-aturan inilah yang kemudian membuat pengguna Twitter "gerah" dan kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Meta.
Bakal monetisasi Threads?
Seperti yang diketahui, Threads memungkinkan pengguna mengakses aplikasi tanpa dibatasi seperti Twitter. Threads juga bisa diakses secara gratis dan seluruh pengguna dapat menjajal fitur-fitur yang sama.
Kendati begitu, saat ditanyai mengenai fitur monetisasi konten, Mosseri mengungkapkan ada kemungkinan Threads meluncurkan fitur monetitasi konten.
Hal ini dapat terjadi jika Threads bisa tumbuh dan sukses di masa mendatang.
“Jika kami berhasil, jika kami membuat sesuatu yang banyak disukai orang dan (mereka) terus menggunakannya, kami akan, saya yakin, akan (melakukan) monetisasi. Saya dengan yakin mengatakan bahwa model bisnis yang diadopsi (Threads) adalah iklan,” papar Mosseri, sebagaimana dikutip KompasTekno dari The Verge, Jumat (07/07/23).
Kendati demikian, karena Threads sendiri baru saja meluncur hari ini, monetisasi konten belum menjadi prioritas perusahaan. Fokus Meta saat ini adalah mengembangkan aplikasi yang bisa membuat orang benar-benar menyukainya.
“Kami sangat-sangat berfokus untuk mencoba membuat sesuatu yang orang suka untuk menggunakannya,” tutupnya.
Aplikasi Threads sudah hadir di toko aplikasi resmi Google Play Store dan Apple App Store.[eta/kompas]