Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani, dalam laman resmi BMKG, menambahkan bahwa Indeks Dipole Mode yang saat ini bernilai negatif juga berperan, menandakan aliran massa udara dari Samudra Hindia menuju Indonesia. Menurutnya gabungan faktor dinamika atmosfer tersebut mendorong pertumbuhan awan hujan masif yang berpotensi memicu hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang.
Andri menyampaikan berdasarkan analisis BMKG, potensi hujan sedang hingga lebat disertai kilat/petir dan angin kencang pada 11-13 Agustus 2025 dapat terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Baca Juga:
Antisipasi Karhutla, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi BMKG dan Pemprov Sumut Gencarkan OMC di Kawasan Otorita Danau Toba
Sementara itu, pada 14-16 Agustus 2025, intensitas hujan diperkirakan menurun, namun wilayah Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Papua Pegunungan tetap berpotensi mengalami hujan lebat.
Selain itu, angin kencang berpeluang terjadi di Aceh, Banten, Jawa Barat, Bali, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan, yang dapat memicu gelombang laut tinggi di sekitarnya.
Sampai kapan?
Baca Juga:
Dikelilingi Lempeng Aktif, Indonesia Harus Siap Hadapi Gempa dan Tsunami
Secara klimatologis, Agustus seharusnya menjadi puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun kenyataannya, hujan masih rutin mengguyur beberapa daerah.
Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah, di mana curah hujan tetap terjadi secara berkala meski sedang memasuki musim kemarau.
Guswanto menjelaskan bahwa kondisi ini masih dalam batas normal secara klimatologis.