WahanaNews.co | Kebijakan pembelajaran tatap muka di
tengah pandemi Covid-19 yang rencananya akan dilaksanakan pada Juli 2021 hingga
hari ini masih terus menuai pro dan kontra. Banyak isu yang berkembang di
tengah masyarakat, seolah-olah pemerintah akan membuka sekolah seperti halnya
di saat normal.
Baca Juga:
5 Siswa Terpapar Covid-19, PTM di Lampung Dihentikan
Seperti dilansir laman pauddikdasmen.kemdikbud.go.id,
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah,
Kemendikbudristek, Jumari, S.T.P., M.Si menegaskan, yang akan dilaksanakan pada
Juli nanti adalah pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas. Aktivitas
pembelajaran tatap muka secara terbatas ini akan dilakukan setelah pemerintah
menyelesaikan vaksinasi terhadap pendidik dan tenaga kependidikan.
"Harus dipahami bahwa PTM terbatas bukan
dilaksanakan secara serentak seluruh Indonesia, tapi PTM dilakukan secara
dinamis tergantung dengan situasi pandemi di wilayah masing-masing," tegas
Jumeri.
Baca Juga:
Omicron Mengintai, Pemkot Depok Tetap Lakukan PTM Terbatas 100% Mulai Besok
Selain itu, PTM terbatas bukan
semata-mata melaksanakan sekolah seperti pada umumnya, melainkan mengatur dan
mengendalikan jumlah peserta didik. Presiden Joko Widodo telah memberikan
memberi arahan belajarnya hanya 2 hari dalam seminggu dan masing-masing 2 jam
dengan peserta didik 25%.
"Yang perlu
dipahami oleh orang tua juga, sekolah wajib memberikan opsi tatap muka setelah
bapak dan ibu gurunya memberikan izin. Ada dua opsi bagi peserta didik yaitu
PTM terbatas dan opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bagi orang tua yang belum
mantap mengirim putra-putrinya ke sekolah boleh mengajukan untuk tetap belajar
di rumah," ujar Jumeri.
Selain itu,
yang tidak kalah penting, pembelajaran tatap muka terbatas ini berbasis kepada
PTM mikro yang diterapkan berdasarkan kebijakan daerahnya masing-masing. Karena
satu provinsi dengan provinsi yang lain, bahkan antar kecamatan, memiliki
dinamika masing-masing.
Jika dalam
pelaksanaan PTM terbatas terjadi penularan Covid-19, maka langkah yang perlu
diambil adalah pertama, sekolah harus menghentikan PTM. Kemudian melakukan
testing, tracing dan treatment.
"Jadi
guru-guru atau murid yang mempunyai kontak erat dengan yang terkena harus
dipastikan ditest, kemudian melakukan tracing dengan mencari dan melakukan tes
kepada setiap orang yang telah melakukan kontak fisik," katanya.
Kemudian lakukan treatment untuk guru yang
mengalami sakit, segera dirujuk ke rumah sakit terdekat dan melakukan isolasi.
Serta melakukan koordinasi dengan puskesmas setempat untuk mendapatkan
penanganan sebagai mestinya. Lalu sekolah ditutup sementara, dan setelah
perkembangan Covid-19 membaik, sekolah bisa dibuka kembali.
Jumeri menghimbau, untuk PTM terbatas ini,
pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi segera membuat surat edaran atau
ketentuan yang diterbitkan oleh kepala daerah. Supaya bisa memberikan kekuatan
kepada satuan pendidikan agar berani melakukan pembelajaran tatap muka, jika
sekolah sudah menyiapkan daftar periksa sesuai standar SKB 4 Menteri.
Dinas pendidikan juga harus melakukan
pemeriksaan dan pengawasan terhadap sekolah dalam mengimplementasikan budaya
baru yaitu pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Sekolah harus melaporkan kondisi
sekolahnya, begitu juga pemerintah kabupaten/kota harus melaporkan kesiapan
wilayahnya.
Jadi, karena PTM itu
sifatnya dinamis yang bisa buka dan tutup dan bisa berubah kondisinya, maka hal
pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan kesiapan mental warga sekolah,
yaitu guru, karyawan, kemudian peserta didik dan orang tua.
"Harus disiapkan mentalnya bahwa harus ada
budaya yang dipenuhi bersama yaitu budaya kewaspadaan. Kemudian gotong royong
untuk menjaga protokol kesehatan agar sekolah dapat melakukan PTM tetapi tetap
aman. Jadi, bangun karakter bersama dulu agar sekolah itu aman," imbuh Jumari.
Setelah budaya PHBS dibangun, maka buatkan
standar operasi prosedur di setiap sekolah dan disosialisasikan kepada warga
sekolah untuk bisa dipahami bersama. Kemudian hal penting lagi adalah
pengawasan implementasi budaya PHBS dan protokol kesehatan harus dilakukan
secara berulang-ulang kepada warga sekolah.
Koordinasi dan bekerja sama dengan satgas
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, balai-balai kesehatan yang ada di
sekitar sekolah untuk bisa memastikan apabila terjadi permasalahan di sekolah
terkait penyebaran Covid-19 bisa langsung mengambil langkah yang tepat dan
cepat.
"PTM adalah pilihan terbaik
karena metode PJJ hanya bisa dilaksanakan untuk beberapa daerah tertentu saja.
Oleh karena itu kepala dinas pendidikan di daerah dan kepala sekolah, mari kita
persiapkan untuk PTM, siapkan standar operasi prosedur-nya, infrastrukturnya,
budayanya, bangun kolaborasi dengan fasilitas kesehatan terdekat dan bangun
kesadaran bersama agar PTM ini bisa berjalan dengan baik," kata Jumeri.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama,
Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Kemenkes Maxi Rein menyampaikan,
Menteri Kesehatan sebenarnya sudah mengeluarkan edaran awal Mei lalu untuk
memprioritaskan vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikan. Ia juga kembali
mengingatkan untuk seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota
untuk melakukan percepatan vaksinasi bagi guru.
"Jadi kalau kita lihat kan masih banyak
tenaga kependidikan yang perlu divaksin. Maka kami harapkan dari
Kemendikbudristek dapat memberitahukan ke jajarannya untuk mengikuti vaksinasi.
Provinsi dan kabupaten kota juga harus berkoordinasi, bahkan kalau di kecamatan
bisa langsung berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas untuk melakukan percepatan
vaksinasi," ujar Maxi Rein.
Ia
mengatakan para guru kalau tidak sempat datang ke puskesmas, vaksinasi juga
bisa dilakukan di sekolah. Pihaknya sangat mendukung dilaksanakan PTM terbatas,
oleh karena itu ia terus mendorong agar semua pihak semakin mengencangkan
koordinasi agar vaksinasi untuk tenaga kependidikan bisa segera dituntaskan.
"Saya optimis PTM terbatas ini akan berhasil
dilaksanakan asalkan semua pihak berkoordinasi dengan baik, warga sekolah
melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat. Dan yang tidak kalah penting para
guru harus sadar untuk dilakukan vaksinasi. Karena guru yang paling bertanggung
jawab selain pada diri sendiri, tapi juga ada kewajiban melindungi anak
didiknya," kata Maxi Rein. (JP)