WahanaNews.co, Jakarta - Ternyata, tidak semua individu dapat mengalami hipnosis.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, otak orang yang mudah terhipnotis memiliki perbedaan dengan orang yang tidak merespons hipnosis.
Baca Juga:
Dosen UNIAS Dihipnotis saat VCS, Diperas Rp25 Juta: Pelaku Ancam Sebar Video ke Medsos
Ketika kita mengamati orang yang sedang terhipnotis, kita dapat merasa kagum dengan fenomena ilmiah tersebut.
Hipnosis dapat diaplikasikan dengan dua tujuan utama, yang pertama adalah untuk melakukan tindakan kriminal dan yang kedua adalah untuk keperluan pengobatan.
Hipnosis yang dimaksud pertama kali biasanya disebut sebagai gendam atau hipnosis negatif. Gendam seringkali digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menguasai alam bawah sadar calon korban, yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk melakukan penipuan, pencurian, atau tindakan kriminal lainnya.
Baca Juga:
Viral VCS Oknum Dosen, Ini Penjelasan Universitas Nias
Sementara hipnosis yang kedua umumnya digunakan untuk tujuan pengobatan. Melalui hipnosis ini, pasien yang menjalani pengobatan dapat merasakan bantuan dalam mengendalikan stres atau meredakan rasa sakit pada bagian tertentu dari tubuh.
Ternyata tidak semua orang dapat dihipnotis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, otak orang-orang yang mudah terhipnotis berbeda dengan orang yang tidak bisa dihipnotis.
Penelitian ini menggunakan data dari pencitraan resonansi magnetik untuk mengidentifikasi bagaimana area otak yang berhubungan dengan kontrol cenderung memiliki lebih sedikit aktivitas pada orang yang tidak dapat dihipnotis.
Studi ini diterbitkan pada Archives of General Psychiatry Universitas Stanford. David Spiegel, MD, penulis senior dan seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku memperkirakan ada "sesuatu" di otak ketika dia melakukan penelitian pada orang yang tidak dapat dihipnotis. Sekitar 25 % objek penelitian tersebut tidak dapat dihipnotis.
Spiegel dan rekan-rekannya di Stanford akhirnya melakukan pemindaian MRI fungsional dan struktural pada otak 12 orang dewasa dengan tingkat hipnotisabilitas tinggi dan 12 orang dewasa dengan tingkat hipnotisabilitas rendah.
Kedua kelompok tersebut menunjukkan aktivitas pada jaringan modus-default, namun peserta yang dapat dihipnotis menunjukkan aktivasi yang lebih tinggi di antara komponen-komponen jaringan kontrol eksekutif pada otak.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang untuk dihipnotis tidak tergantung pada kepribadian, melainkan lebih pada kemampuan kognitif yang ada di otak.
Otak yang memiliki aktivitas yang lebih tinggi, seperti berpikir intens, berkhayal, mengkhawatirkan hal-hal secara berlebihan, memiliki daya imajinasi yang tinggi, dan aktivitas mental lainnya, cenderung lebih mudah dihipnotis dibandingkan dengan otak yang tidak memiliki aktivitas yang sebanyak itu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]