Selain Himawari, ada satelit meteorologi dan geostasioner lain yang juga terlibat dan membentuk jaringan observasi berbasis luar angkasa.
JMA sendiri telah berkontribusi sejak 1978 ke dalam program tersebut untuk wilayah Asia Timur dan region Pasifik sebelah barat.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Dengan sensor barunya, Himawari akan mendukung pada peningkatan layanan meteorologi di berbagai bidang termasuk peramalan cuaca, iklim pemantauan, pencegahan bencana alam dan transportasi yang aman.
Himawari memiliki 16 pita pengamatan (wavebands) panjang gelombang dengan rincian 3 untuk yang bisa diamati secara kasat mata, 3 untuk panjang gelombang dekat inframerah (near-infrared), dan 10 untuk panjang gelombang inframerah.
Pita-pita observasi tersebut akan memfasilitasi pemahaman soal kondisi awan. Sebagai tambahan, waktu interval untuk observasi penuh adalah 10 menit untuk dua satelit Himawari tersebut.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
Bersamaan dengan observasi tersebut, Himawari 8 dan 9 juga bisa mengobservasi area tertentu secara berkala sehingga seluruh area Jepang bisa dijangkau hanya dalam interval 2,5 menit.
Resolusi spasial dari pencitraan Himawari 8 dan 9 adalah 0,5-1 km untuk pita yang kasat mata dan 1-2 km untuk pita near-infrared dan infra merah.
Observasi satelit Himawari diharapkan bisa mendukung secara presisi dalam pemantauan topan tropis dan awan yang membawa hujan lebat lokal. Satelit ini juga memungkinkan observasi abu vulkanis dan aerosol dengan tinggi.