WahanaNews.co, Jakarta - Tantangan yang mendesak dalam mengurangi emisi karbon dioksida sebagai pemicu perubahan iklim, sekaligus mengatasi krisis energi dan pangan, dihadapi oleh dunia modern.
Para peneliti di Universitas Houston telah menemukan peluang besar untuk mencapai target nol emisi karbon melalui penelitian yang difokuskan pada alga.
Baca Juga:
Hadapi Krisis Iklim Global di NTT, VCA Gelar Dialog Publik Bertajuk "Suara Bae Dari Timur"
Penelitian ini terungkap dalam studi menyeluruh tentang alga yang dilakukan di laboratorium mikroba di Universitas Houston, Sugar Land.
Venkatesh Balan, seorang profesor teknologi teknik di Divisi Teknologi Cullen College of Engineering di Universitas Houston, sedang menyelidiki karakteristik mengejutkan dari mikroalga yang sangat responsif terhadap cahaya, baik di lingkungan air tawar maupun air asin.
Mikroalga memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) dari udara, seperti yang dikutip dari edisi Science Daily pada tanggal 25 Oktober 2023.
Baca Juga:
Peneliti Sebut Kemiskinan dan Polusi Punya Dampak Buruk Buat Otak
Namun, yang paling menarik adalah kapasitasnya untuk mengubah karbon dioksida (CO2) yang diserapnya menjadi protein, lemak, dan karbohidrat dalam jumlah besar melalui serangkaian proses.
Studi ini menginvestigasi potensi pemanfaatan mikroalga dalam berbagai aplikasi.
Misalnya, dalam pengolahan air limbah dan pemanfaatan biomassa alga untuk menciptakan makanan, pupuk, bahan bakar, dan senyawa kimia.
Beberapa jenis alga, seperti spirulina yang tumbuh di instalasi pengolahan air tawar, digunakan dalam suplemen kesehatan dan produk kosmetik.
Ke depannya, mikroalga berpotensi menjadi bahan baku yang berkelanjutan untuk produksi biofuel dan senyawa kimia alami, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Namun, yang paling menonjol adalah potensi besar mikroalga dalam mengatasi masalah pemanasan global yang sedang terjadi di seluruh dunia.
Alga membantu mengubah CO2 menjadi karbon yang berguna untuk manusia, terutama melalui produksi jamur.
Hubungan simbiosis antara alga dan jamur dapat ditemukan pada lumut kerak yang merupakan organisme gabungan, sebagian alga dan sebagian jamur.
Di laboratorium Balan, para peneliti mencoba meniru bagaimana lumut tumbuh di alam.
“Alga menghasilkan oksigen, dan jamur menstabilkan CO2 dan menghasilkan oksigen,” jelas Balan.
Sebagian besar makanan yang terdiri dari alga dan jamur dapat diubah menjadi produk makanan sehat.
Dilansir dari News Medical & Life Sciences, Kamis (9/11/2023), alga adalah sumber energi ramah lingkungan yang menjanjikan.
Beberapa jenis alga seperti Scenedesmus obliquus, Botryococcus braunii, Chlorella vulgaris, dan Nannochloropsis oculate sangat efisien dalam mengubah CO2 menjadi biomassa.
Bahkan, Chlorella sp. juga bisa memproduksi banyak biomassa sekitar 1,06 gram per liter per hari.
Melansir Kompas.com, alga memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan baik dalam berbagai kondisi, termasuk berbagai tingkat karbon dioksida (CO2), paparan polutan beracun, suhu yang bervariasi, nutrisi yang terbatas, dan perubahan pH.
Terdapat dua jenis sistem untuk menanam alga, yaitu kolam terbuka dan fotobioreaktor.
Kolam terbuka lebih umum digunakan dalam budidaya alga komersial karena alga fotosintetik hijau tumbuh dengan cepat dan memerlukan sedikit ruang dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Namun, penggunaan alga sebagai bahan bakar masih terbatas karena membutuhkan area yang sangat luas, yakni tiga kali lebih besar dari Belgia untuk memproduksi 10 persen bahan bakar transportasi di Uni Eropa.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]