WahanaNews.co | Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjawab kritik terkait pengumuman zonasi patahan gempa atau Sesar Cugenang di Cianjur, Jawa Barat, yang berarah tenggara-barat laut.
Dwikorita mempertahankan temuan zonasi yang telah diumumkan pada 8 Desember 2022 lalu, atau lebih dari dua minggu setelah gempa M5,6 yang merusak dan mematikan terjadi di kawasan tersebut.
Baca Juga:
BMKG Beri Peringatan ke Sejumlah Wilayah, La Nina Mulai Menggeliat
Menurut dia, untuk bisa mengetahui dan mendapati zonasi yang tepat harus melalui penelitian dan survei penuh di lapangan. Dan itu, menurut Dwikorita, yang sudah dilakukan tim BMKG.
"Tidak bisa hanya 1-2-3 hari untuk mendapatkan data yang lengkap," katanya, dikutip dari Tempo, Senin (2 Januari 2023).
Dwikorita menambahkan, temuan peneliti yang menyebut pusat gempa berarah berbeda, dan menjadi bagian dari Sesar Cimandiri, adalah sama dengan temuan awal tim BMKG di lapangan. Tapi, data saat itu, dia menyatakan, belum banyak terkumpul karena baru 2-3 hari penelitian.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Menganggap diri sebagai lembaga operasional dengan alokasi anggaran yang mendukungnya, BMKG pun menambah panjang masa penelitian. Tim disebut mengumpulkan lebih banyak data menggunakan berbagai alat dan metode, termasuk foto udara.
Hasil analisa juga diaku dibandingkan dengan analisa citra satelit dari BRIN. Hasilnya diklaim sama. Pun dengan perbandingan dengan metode GPS oleh Badan Informasi Geospasial. Ataupun, metode geologi.
"Artinya, kesimpulan yang pertama harus diperbarui," katanya sambil menambahkan, "Jadi saya memaklumi peneliti itu...barangkali datanya yang terkumpul sama dengan saat penelitian awal BMKG."
Dalam temuannya, BMKG mengumumkan zona Sesar Cugenang sepanjang 8-9 kilometer, mulai dari Desa Nagrak sampai Ciherang dengan arah tenggara-barat laut. Adapun radius kanan-kirinya sejauh 200-500 meter sehingga total luasan diperhitungkan 8,09 kilometer persegi.
Diperhitungkan ada sekitar 1.800 rumah yang harus direlokasi berasal dari wilayah Desa Talaga, Sarampad, Nagrak dan Cibulakan. Keempatnya disebut Daryono berada dalam zona bahaya Patahan Cugenang
Survei, Dwikorita menerangkan, berdasarkan, antara lain, mekanisme fokal dan sebaran gempa-gempa susulan yang terjadi.
Juga apa yang disebut pelamparan kemenerusan retakan di permukaan tanah. Data sebaran kerusakan bangunan dan titik longsor yang terjadi karena gempa itu juga ikut dikumpulkan dalam survei, serta kelurusan morfologi.
Temuan itu berbeda dari indikasi jalur patahan gempa atau sesar di kawasan yang sama yang didapat tim peneliti dari BRIN dan ITB. Mereka menemukan jalurnya condong berarah barat-timur, bukan tenggara-barat laut seperti yang diungkap BMKG.
Dalam pernyataannya, peneliti gempa di BRIN, Danny Hilman Natawidjaja, menilai kesimpulan BMKG soal jalur sesar gempa Cianjur masih sangat prematur. Ditambahkannya, penelitian retakan gempa sesar aktif di Cianjur tidak mudah karena sesar aktif belum diketahui sebelumnya. Kemudian, data retakan permukaan sangat minim karena gempanya kecil.
"Dari retakan gempa yang diidentifikasi di lapangan itu juga," kata Danny, "Harus dilanjutkan dengan survei geofisika di bawah permukaan, juga uji puritan dan beberapa metode lain."
Peneliti Geodesi ITB Irwan Meilano menambahkan indikasi didapat timnya setelah menggunakan data seperti interferometric synthetic aperture radar (InsAR) dan global positioning system (GPS). Data masih akan dilengkapi melalui pengamatan GPS dan dari gempa-gempa susulan.
“Bisa jadi kemudian lebih mirip hasilnya dengan BMKG atau memperkuat hasil kami,” ujarnya. [eta]