WAHANANEWS.CO, Jakarta - Teknologi realitas virtual (VR) dan realitas campuran (mixed reality) tengah bersiap melompat ke babak revolusioner.
Tim peneliti dari Universitas Stanford berhasil menciptakan sebuah prototipe kacamata holografik ultra-tipis, yang mampu menyajikan gambar tiga dimensi (3D) dengan tingkat realisme yang sangat tinggi hampir tak dapat dibedakan dari objek fisik di dunia nyata.
Baca Juga:
Antisipasi Keselamatan Manusia, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Badan dan Seluruh Kepala Daerah Otorita Danau Toba Tingkatkan SDM dan Pengawasan Menyeluruh
Inovasi ini menjadikan holografi sebagai pusat teknologi, yakni teknik pemrosesan gambar 3D yang tak hanya merekam intensitas cahaya, tetapi juga menangkap fase gelombangnya.
Pendekatan ini memungkinkan gambar terlihat sangat realistis, bahkan berpotensi melewati Visual Turing Test tolok ukur di mana manusia tidak dapat lagi membedakan objek digital dengan objek nyata.
Menurut laporan dari Techexplorist, keberhasilan Stanford dalam menciptakan kacamata ini juga ditopang oleh kecanggihan kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga:
Pengakuan CEO OpenAI: ChatGPT Sering Ngaco tapi Tetap Dipercaya!
AI digunakan untuk meningkatkan ketajaman dan kualitas visual hologram, sementara sistem pemandu gelombang optik yang dirancang secara khusus memfokuskan cahaya langsung ke mata pengguna.
Semua teknologi canggih ini dikemas dalam perangkat setebal hanya 3 milimeter nyaris setipis kacamata biasa.
Berbeda dengan headset VR konvensional yang cenderung besar, berat, dan kurang nyaman, kacamata inovatif ini dirancang lebih ergonomis: ramping, ringan, dan ramah untuk digunakan dalam waktu lama.
Perangkat ini juga menawarkan bidang pandang yang luas serta "kotak mata" besar yang memungkinkan pengguna menggerakkan mata dengan leluasa tanpa kehilangan fokus visual.
Sensasi menatap layar besar seolah hadir tepat di depan mata, menciptakan pengalaman visual mendalam layaknya berada di bioskop pribadi.
Tak hanya ditujukan untuk hiburan, potensi penggunaan teknologi ini sangat luas.
Dunia pendidikan, komunikasi jarak jauh, pariwisata virtual, hingga pelatihan medis dapat diubah secara radikal melalui pengalaman imersif yang diciptakan oleh perangkat ini.
Bayangkan ruang kelas virtual dengan guru holografik, atau destinasi wisata yang bisa dijelajahi dari ruang tamu semuanya mungkin terjadi.
Proyek ini merupakan bagian dari rangkaian riset berkelanjutan yang dilakukan Stanford.
Setelah berhasil merancang sistem pandu gelombang holografik di fase awal tahun lalu, kini mereka tengah memasuki tahap pengujian prototipe yang berfungsi penuh.
Selanjutnya, pada fase ketiga yang akan datang, teknologi ini akan mulai diarahkan menuju pasar konsumen luas.
Dengan inovasi ini, Universitas Stanford tidak hanya menciptakan perangkat baru, tetapi juga membuka jalan menuju masa depan di mana batas antara dunia nyata dan digital menjadi semakin kabur.
Dari sekadar gagasan dalam fiksi ilmiah, kini realitas virtual menyentuh kehidupan nyata dalam bentuk yang bisa dipakai, dilihat, dan dialami langsung.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]