WahanaNews.co | Kenapa mesti tetap mengaktifkan mode pesawat atau airplane mode saat terbang?
Pada prinsipnya penggunaan gadget tak mengganggu navigasi penerbangan pada fase yang tidak kritis.
Baca Juga:
Dampak Erupsi Gunung Lewotobi, Bandara Bali Batalkan 90 Penerbangan Dalam Sehari
Kita semua hafal rutinitasnya saat take-off: kursi diminta dalam posisi tegak, meja nampan ditutup, penutup jendela dinaikkan, laptop disimpan, dan Hp dan perangkat elektronik lainnya dinonaktifkan atau disetel ke airplane mode.
Empat yang pertama masuk akal jaga-jaga kondisi darurat. Tirai jendela perlu dinaikkan agar kita bisa melihat jika ada keadaan darurat, seperti kebakaran; meja perlu disimpan dan duduk tegak agar kita bisa keluar dari barisan dengan cepat. Laptop dapat membahayakan jika disimpan sembarangan.
Sementara, soal ponsel mesti disetel ke mode pesawat agar tidak menyebabkan keadaan darurat untuk pesawat, itu masih dalam perdebatan.
Baca Juga:
Ternyata Ini Penyebab Kenapa Traveler Sering Jet Lag Saat Naik Pesawat
Navigasi dan komunikasi penerbangan bergantung pada layanan radio yang telah dikoordinasikan untuk meminimalkan interferensi sejak 1920-an.
Teknologi digital yang saat ini digunakan jauh lebih maju daripada beberapa teknologi analog lama yang digunakan 60 tahun yang lalu.
Penelitian menunjukkan perangkat elektronik pribadi dapat memancarkan sinyal dalam pita frekuensi yang sama dengan sistem komunikasi dan navigasi pesawat dan menciptakan apa yang dikenal sebagai interferensi elektromagnetik.
Namun, pada 1992, Otoritas Penerbangan Federal AS (FAA) dan Boeing, dalam sebuah studi, menyelidiki penggunaan perangkat elektronik pada interferensi pesawat.
Hasilnya, tim ahli tidak menemukan masalah dengan komputer atau perangkat elektronik pribadi lainnya selama fase penerbangan yang tidak kritis. Sementara, fase penerbangan yang dianggap kritis adalah momen lepas landas dan pendaratan.
Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) pun saat ini tengah mengupayakan penggunaan seluler di dalam pesawat agar tak mengganggu penerbangan.
Mereka membuat bandwidth frekuensi yang dicadangkan untuk penggunaan yang berbeda, seperti telepon seluler dan navigasi serta komunikasi pesawat.
Pemerintah di seluruh dunia juga mengembangkan strategi dan kebijakan yang sama untuk mencegah masalah interferensi dengan penerbangan. Di Uni Eropa, perangkat elektronik diizinkan untuk tetap menyala sejak 2014.
Lalu kenapa, dengan standar global ini, industri penerbangan masih melarang penggunaan ponsel?
Seperti melansir dari CNNIndonesia, Minggu (9/4/2024) masalahnya terletak pada sesuatu yang mungkin tidak kita duga, yakni gangguan di darat (ground interference).
Jaringan nirkabel dihubungkan oleh serangkaian menara; jaringan bisa menjadi kelebihan beban jika penumpang yang terbang di atas jaringan darat ini semuanya menggunakan ponsel mereka.
Teknologi 5G
Dalam hal jaringan seluler, perubahan terbesar dalam beberapa tahun terakhir adalah perpindahan ke standar baru. Jaringan nirkabel 5G, yang punya kemampuan transfer data berkecepatan lebih tinggi, menimbulkan kekhawatiran bagi banyak orang dalam industri penerbangan.
Industri penerbangan menunjukkan bahwa spektrum bandwidth jaringan nirkabel 5G sangat dekat dengan spektrum bandwidth penerbangan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada sistem navigasi di dekat bandara yang membantu pendaratan pesawat.
Operator bandara di Australia dan AS telah mengungkap masalah keamanan penerbangan terkait dengan peluncuran 5G, meski tampaknya tak ada masalah di Uni Eropa.
Terlepas dari itu, sebaiknya batasi penggunaan ponsel di pesawat di saat masalah soal 5G masih dalam tahap penyelesaian. Butuh penelitian lebih lanjut untuk menjawab pertanyaan soal apakah 5G mengganggu sistem navigasi pesawat selama pendaratan.
Potensi Kericuhan di Pesawat
Sebagian besar maskapai penerbangan sekarang menyediakan pelanggan dengan layanan Wi-Fi yang berbayar atau gratis.
Dengan teknologi Wi-Fi baru, penumpang secara teoritis dapat menggunakan ponsel mereka untuk melakukan panggilan video dengan teman atau klien dalam penerbangan.
Pada penerbangan baru-baru ini, CNN menanyakan para pramugari soal pendapat mereka tentang penggunaan telepon selama penerbangan.
Para awak kabin menyebut hal itu akan menimbulkan ketidaknyamanan karena mesti menunggu penumpang menyelesaikan panggilan mereka hanya untuk menanyakan apakah mereka ingin minuman atau sesuatu untuk dimakan.
Bayangkan itu terjadi pada pesawat dengan lebih 200 penumpang; layanan dalam penerbangan akan memakan waktu lebih lama jika semua orang sibuk dengan Hp.
Itu belum termasuk masalah sosial di pesawat. Saat semua orang menelpon di pesawat dalam waktu yang sama, potensi "kemarahan di udara" makin tinggi.
Bentuknya berupa ketidakpatuhan pada masalah keselamatan, seperti tidak mengenakan sabuk pengaman, pertengkaran verbal atau fisik dengan sesama penumpang dan awak kabin.
Dengan kata lain, penggunaan ponsel dalam penerbangan saat ini tidak mengganggu kemampuan pesawat untuk beroperasi.
Namun, awak kabin mungkin memilih untuk tidak mendapat gangguan dalam memberikan layanan penerbangan kepada semua penumpang. [tum/alp]