WahanaNews.co | Para pecandu militer di Indonesia pastilah sudah mengenal S-60, meriam penangkis serangan udara (PSU) yang berjuluk "Si Mbah", lantaran usianya yang sudah uzur.
Lantaran sudah bangkotan, PSU ini kerap jadi bahan guyonan netizen di media sosial.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Maklum saja, meriam ini kan didatangkan ke Indonesia pada dekade 1960-an. Meski pun tua, nyatanya di palagan perang modern sosok lansia ini masih eksis di medan perang.
Si Mbah S-60 berduet dengan chassis MT-LB, versi modifikasi Azerbaijan. Foto: @Ninja998998/Twitter
Baca Juga:
Usai Puluhan Tentara Ogah Balik Perang ke Gaza, Israel Kalang Kabut
Baru-baru ini postingan yang dibuat tentara Ukraina menunjukkan jika mereka menggunakan meriam S-60 tersebut.
Postingan video oleh akun @UAWeaopons melalui Twitter pada 5 Juni 2022 menunjukkan jika meriam S-60 dipasang pada truk trailer.
S-60 sejatinya adalah jenis meriam tarik (towed) anti pesawat (anti aircraft/AA). Namun, dilihat dari video yang beredar, kini peran S-60 lebih condong sebagai senjata bantuan tembakan untuk sasaran di permukaan. Artinya S-60 berperan sebagai pengganti sementara howitzer.
Memang dalam palagan perang Rusia-Ukraina banyak improvisasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak pada persenjatannya, baik Rusia dan Ukraina. Di sisi Ukraina, improvisasi pada meriam S-60 karena keterbatasan senjata yang mereka miliki.
Nama lengkap meriam ini adalah AZP S-60 dan diproduksi di era Uni Soviet mulai tahun 1950, di Indonesia sendiri meriam buyut ini juga masih beroperasi dengan beragam upgrade agar tetap bisa digunakan di era modern.
Di Indonesia S-60 bertugas bersama Batalyon Arhanudse (Artileri Pertahanan Sedang) TNI AD. Meriam sepuh ini mengusung kaliber 57 mm, dengan sistem pemandu terintegrasi; Si Mbah masih bisa menembak sasaran sampai jarak 6.000 meter.
Meriam ini termasuk salah satu produk Soviet yang paling laris pada masanya, hingga kini beberapa negara dengan anggaran militer pas-pasan masih mempercayakan Si Mbah untuk bertugas. Selain dibuat Soviet, S-60 juga dibuat secara lisensi oleh China (Type 59) dan Hungaria (SZ-60).
Sudut elevasi laras S-60adalah -4 hingga 87 derajat yang bisa berputar 360 derajat, untuk sistem reload amunisi memakai konsep manual dengan klip (magazine)/cartridge, dimana 1 magqzine berisi 4 amunisi.
Sementara waktu untuk reload adalah 4 sampai 8 detik. Dengan bidikan lewat teleskop bisa membidik target pada jarak 5.500 – 6.000 meter. Sementara dengan bantuan radar rangefinder D-49, kemampuan deteksi untuk menembak target bisa lebih jauh.
Meski sudah sepuh, kabar baiknya suku cadang S-60 di Indonesia masih terawat dengan baik, bahkan suku cadang tersebut kini telah diproduksi sendiri supaya proses pemeliharaan meriam berfungsi dengan baik. Dan untuk amunisi 57 mm pun telah diproduksi secara mandiri oleh PT Pindad di Bandung.
Mengutip artikel indomiliter.com, meriam S-60 Arhanud TNI AD saat ini dibagi dalam dua kelompok, pertama adalah S-60 57 mm Retrofit dan S-60 57 mm TAKT (Tanpa Alat Kendali Tembak). Untuk S-60 Retrofit sudah dilakukan sejumlah modifikasi, sehingga meriam dapat digerakkan secara elektrik menggunakan tenaga listrik dari dua baterai yang tersedia dan yang kedua dengan cara Remote Control yang dikendalikan dari FCS (Firing Control System).
Versi Retrofit memakai radar AN/UPS-3 TDAR yang dilengkapi kemampuan beyond line of sight, AN/UPS-3 TDAR dapat mendeteksi sasaran yang berada di ketinggian 3.000 meter.
Selain itu radar portable ini bisa mendeteksi target sejauh 20 km. Untuk helikopter diendus dari jarak 8 – 10 km, sementara pesawat dengan kecepatan Mach 1.6 diendus dari jarak 20 km. Radar punya kualitas presisi sampai 300 meter.
Dalam operasionalnya, operator radar akan menginformasikan dan menyajikan data berupa posisi sasaran kepada operator meriam. Koneksi antara operator radar dan operator meriam dilakukan lewat radio atau kabel.
Punya dimensi yang kompak, radar TDAR juga bisa diterjunkan dalam operasi lintas udara serta bisa ditempatkan di kendaraan taktis. Punya wilayah udara yang luas, tentu masih sangat banyak ruang kosong Indonesia yang harus dijaga; di tengah minimnya anggaran alutsista Si Mbah S-60 hingga kini masih diandalkan oleh Indonesia.
Sementara itu selain Ukraina, Azerbaijan pada 10 Desember 2020 dalam sebuah parade kemenangan atas Armenia juga menampilkan meriam S-60 yang terpasang pada chassis kendaraan tempur MT-LB.
Chassis ini aslinya merupakan chassis untuk kendaraan angkut personel (APC) atau kendaraan tempur infantri (IFV). Modifikasi ini membuatnya terlihat seperti self propelled howitzer. [qnt]