WahanaNews.co | Pihak Google menyebut aturan mengenai Publisher Rights atau hak penerbit hanya akan membatasi keberagaman sumber berita. Klaim ini pun di bantah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo Usman Kansong mengatakan aturan Publisher Rights adalah untuk mengatur agar berita-berita yang muncul ke publik adalah yang berkualitas.
Baca Juga:
Bisa Kuras Rekening, Pengguna Gmail Wajib Waspada jika Dapat Link Ini
"Saya kira bukan pembatasan ya, tapi pengaturan. Kita kan harus mengatur semua, termasuk platform digital. Kita tidak ingin membatasi, kita hanya ingin mengatur bahwa yang beredar di publik, yang didapat publik adalah informasi yang baik, jurnalisme yang bagus, berkualitas, sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers," kata Usman saat dihubungi, Kamis (27/7/2023).
Selain itu, kata dia, aturan ini juga bertujuan membentuk ekosistem bisnis yang sehat antara perusahaan platform dengan perusahaan pers serta untuk mendukung jurnalisme berkualitas. Ia meyakini aturan ini juga bakal mendukung keberlanjutan media.
Menurutnya, aturan tersebut bisa membuat media juga bisa sehat secara ekonomi. Tidak hanya itu, menurut Usman aturan Publisher Rights ini juga bisa mengurangi peredaran berita yang hanya memanfaatkan judul bombastis atau clickbait.
Baca Juga:
Incar Isi Rekening, Link Berbahaya di Gmail Kini Bisa Menyamar
Pasalnya, dengan algoritma sekarang banyak berita yang hanya menulis judul bombastis agar dapat diklik pembaca, namun isinya berbeda dari judul.
"Dengan adanya platform digital ini kan algoritmanya menyebabkan yang disebut berita clickbait. Berita ini kan yang tidak baik, tidak bagus, melanggar etika, Kode Etik Jurnalistik, berita bombastis," ujar Usman.
"Kenapa tercipta jurnalisme clickbait itu ya karena ada semacam pengaturan dari platform bahwa kalau semakin banyak berita diklik dia akan mendapat kompensasi kan. Semakin banyak diklik akan makin dapat uang dari platform, ini yang kita hindari," tambahnya.
Menurutnya clickbait yang banyak diterapkan media saat ini justru menciptakan ekosistem bisnis media yang tidak baik. Oleh karena itu, pemerintah membuat aturan agar berita-berita semacam itu berkurang di platform digital.
"Artinya ada ekosistem bisnis media yang tidak baik. karena ekosistem media itu justru menciptakan jurnalisme clickbait itu tadi, yang melanggar kode etik. Perpres ini ingin membentuk sebuah ekosistem bisnis yang baik bahwa uang tidak hanya didapatkan perusahaan pers dari banyaknya klik," jelas Usman.
"Tapi juga dari bentuk kerja sama lainnya. dengan demikian kita berharap dan berpikiran bahwa kalau sudah tercipta ekosistem bisnis yang baik, berita itu mendapat insentif tidak hanya karena diklik makin banyak, ini akan mengurangi berita yang click bait itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Google berharap pemerintah dapat memperbarui rancangan Peraturan Presiden tentang Publisher Rights atau hak penerbit yang disebut tinggal menunggu keputusan Presiden Joko Widodo.
Raksasa teknologi AS itu beranggapan apabila rancangan peraturan tersebut disahkan tanpa pembaruan, pihaknya tak bisa melaksanakan aturan tersebut.
Alih-alih membangun jurnalisme berkualitas, kata perushaaan, rancangan peraturan ini dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik.
Pasalnya, aturan tersebut dianggap memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.
"Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung mempengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk kami di Indonesia," ujar Google dalam tulisan blog, dikutip Kamis (27/7).
Selain itu, jika rancangan aturan tersebut disahkan tanpa ada perubahan, Google percaya bakal ada menimbulkan berbagai dampak.
Salah satunya adalah dapat membatasi berita yang tersedia online. Google menilai peraturan ini hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita dan membatasi kemampuan mereka untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit berita lainnya di seluruh Indonesia.
"Termasuk merugikan ratusan penerbit berita kecil di bawah naungan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Masyarakat Indonesia yang ingin tahu berbagai sudut pandang pun akan dirugikan, karena mereka akan menemukan informasi yang mungkin kurang netral dan kurang relevan di internet," jelas Google. [alpredo]