WahanaNews.co | Saat memproses dan menyelesaikan kasus sengketa konsumen di luar pengadilan, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) cenderung memutuskan pelaku usaha bersalah, sehingga mereka melakukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung.
Hal itu disampaikan Kurniawan dalam disertasinya yang berjudul “Kedudukan dan Kekuatan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen,” belum lama ini.
Baca Juga:
Demi Penguatan dan Kemandirian Konsumen, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Segera Sempurnakan dan Sahkan Revisi UUPK
"Kondisi ini dipicu lemahnya kedudukan dan kewenangan yang diberikan oleh UUPK terhadap BPSK terutama menyangkut putusan yang bersifat final dan mengikat. Tetapi faktanya, dapat dilakukan dua kali upaya hukum keberatan dan upaya hukum kasasi," kata Kurniawan.
Menurutnya, kedudukan BPSK adalah sebagai lembaga negara independen atau lembaga negara komplementer dengan tugas dan wewenang atributif untuk melakukan penegakan hukum perlindungan konsumen.
"BPSK merupakan lembaga penunjang dalam bidang quasi peradilan. Oleh karenanya, kekuatan BPSK bersifat final dan mengikat. Makna final yang dimaksud dalam putusan BPSK adalah final pada tingkat BPSK saja sedangkan pada tingkat pengadilan, putusan BPSK tidak bersifat final atau masih dapat dilakukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan Negeri dan kasasi ke Mahkamah Agung," bebernya.
Baca Juga:
BPSK Banjarmasin Selesaikan Tujuh Kasus dari Delapan Pengaduan Konsumen Hingga Oktober 2024
Perlindungan BPSK yang bersifat final dan mengikat, lanjutnya, belum dapat melindungi konsumen karena terjadi ketentuan yang bertentangan mengenai arti putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat.
Putusan arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial karena tidak memiliki kepala putusan atau irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Asas-asas yang relevan sebagai dasar acuan putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat ke depan adalah Hak Asasi Manusia (HAM), asas kepastian hukum, asas tidak melampaui atau mencampuradukkan kewenangan, asas keadilan, dan asas efektivitas.
Dari disertasinya, Kurniawan merekomendasikan kepada DPR RI bersama pemerintah untuk segera melakukan amandemen terhadap UU No. 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen menyangkut penggabungan kelembagaan BPSK dan BPKN, penggantian unsur anggota BPSK dari unsur pemerintah dengan unsur akademisi, dan menjadikan Sarjana Hukum sebagai syarat keanggotaan BPSK.
"Pemerintah hendaknya memperkuat SDM di tingkat secretariat BPSK dengan tenaga-tenaga yang berasal dari berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan dalam penanganan kasus-kasus konsumen," ungkapnya.
Hal mendesak yang juga perlu dilakukan, menurutnyam adalah sinkronisasi antara UUPK dengan UU arbitrase dan APS kaitannya dengan penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase yaitu mencantumkan kepala putusan atau irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” agar dapat dilakukan eksekusi putusan BPSK.
Kurniawan adalah dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Mataram. Setelah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan majelis penguji, ia berhak menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat cumlaude.
Ujian terbuka disertasi dilaksanakan di gedung Fakultas Hukum dengan promotor Prof.Dr.Moch.Munir,SH; Dr.Sihabudin,SH.,MH.; dan Dr.Sukarmi,SH.,MH. Sedangkan dosen penguji terdiri dari Prof.Dr.I Nyoman Nurjaya,SH.,MH.; Prof.Dr.H.M. Galang Asmara,SH.,M.Hum; Prof.Dr.Gatot Dwi Hendra W,SH.,M.Hum; dan Dr.Bambang Winarno,SH.,SU. [eta]