WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam langkah strategis yang mencerminkan ambisi globalnya dalam medan tempur teknologi tinggi, militer Amerika Serikat kembali mencuri perhatian dunia.
Kali ini, bukan dengan rudal hipersonik atau kapal induk bertenaga nuklir, melainkan dengan sebuah senjata laser futuristik yang dipasang di atas drone pengintai MQ-9B SkyGuardian.
Baca Juga:
Perang Makin Panas, Rusia Lancarkan 90 Drone Shahed Iran ke Ukraina
Inovasi ini diluncurkan dalam ajang bergengsi Sea Air Space 2025 di National Harbor, Maryland, oleh perusahaan pertahanan General Atomics Aeronautical, yang selama ini dikenal sebagai pionir dalam pengembangan sistem tempur nirawak.
Senjata laser yang ditanamkan dalam drone tersebut bukan sekadar tambahan, melainkan sebuah lompatan besar dalam dunia peperangan udara modern.
Dengan kekuatan pancaran sekitar 25 kilowatt, laser ini diklaim mampu melumpuhkan atau menghancurkan target kecil secara presisi -- termasuk rudal atau drone musuh.
Baca Juga:
Rusia Hujani Drone Ukraina, 77 Pesawat Nirawak Ditembak Jatuh dalam Semalam
Lebih mengejutkan lagi, teknologi ini didesain untuk bisa ditingkatkan hingga lebih dari 300 kilowatt, menjadikannya cukup kuat untuk melelehkan bahkan membakar infrastruktur vital dari pesawat atau rudal besar.
“Ini bukan sekadar peningkatan taktis -- ini adalah revolusi dalam pengendalian udara,” ujar Letkol (Purn) Michael Harrow, analis militer dan mantan pilot UAV Angkatan Udara Inggris.
“Bayangkan sebuah armada drone yang bisa menetralisasi ancaman dalam sekejap, tanpa perlu satu pun peluru.”
Rekaman uji coba yang dirilis General Atomics menunjukkan MQ-9B sukses menembak jatuh drone yang menyerupai HESA Shahed 136 buatan Iran -- jenis drone bunuh diri yang sempat digunakan dalam konflik Timur Tengah.
Momen ini menjadi bukti kemampuan destruktif senjata laser tersebut di medan nyata.
Drone MQ-9B sendiri terkenal karena daya jelajahnya yang luar biasa -- mampu terbang selama lebih dari 40 jam dengan satu kali pengisian daya.
Namun, pengintegrasian senjata laser diperkirakan akan mempengaruhi durasi operasional tersebut, meskipun General Atomics belum merinci seberapa besar konsumsi energinya.
Dalam pernyataan resminya, pihak perusahaan menyatakan bahwa laser ini dapat digunakan tidak hanya untuk menyerang tetapi juga untuk bertahan, terutama dalam menghadapi drone murah yang jumlahnya terus meningkat di medan pertempuran.
Dr. Yuki Nakamura, peneliti sistem senjata energi diarahkan dari Tokyo Defense Institute, menambahkan, “Kelebihan senjata laser terletak pada kecepatannya -- nyaris tanpa jeda antara deteksi dan penyerangan. Ini menjadikannya ideal untuk menghadapi ancaman drone swarm, yang semakin sering digunakan dalam konflik modern.”
Kekuatan penghancur yang dikombinasikan dengan presisi tinggi dan biaya operasional rendah membuat sistem ini sangat menarik bagi masa depan strategi tempur Amerika Serikat, terutama dalam mengatasi serangan asimetris yang tidak bisa ditangkal dengan sistem konvensional.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]