WahanaNews.co | Andi Pangerang Peneliti Pusat Riset dan Antariksa di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bagaimana perukyat atau observer melihat hilal sebagai penentu awal puasa tahun ini.
Menurutnya, hilal adalah fenomena astronomi ketika muncul bulan sabit yang pertama setelah konjungsi atau saat bulan memasuki bulan baru. Fase bulan baru itu terjadi 29,5 hari sekali.
Baca Juga:
Aceh Jadi Titik Awal, Hilal Ramadan 1446 H Terpantau di Beberapa Wilayah Indonesia
Pengamatan hilal sendiri dilakukan setelah konjungsi. Karena kondisinya fase bulan baru, maka Bulan akan terbenam lebih lambat dari pada Matahari.
"Jadi memudahkan kita memposisikan pandangan kita [melihat hilal] karena posisinya sudah barat persis," ucap Andi, melansir dari CNNIndonesia.com, Rabu (22/3).
Pengamatnya pun biasanya terlebih dahulu diambil sumpah. "Jadi setiap perukyat atau observer akan disumpah oleh Kemenag dan hakim. Mereka juga akan meminta buktinya kalau diperlukan," ujar dia.
Baca Juga:
Cholil Nafis: Awal Puasa Ramadan 2025 Bisa Berbeda, tapi Lebaran Kemungkinan Sama
Apa saja peralatannya?
Instrumen itu bisa berbentuk teleskop, monokuler, binokuler hingga teodolit yang sudah dimodifikasi untuk membidik objek langit.
"Untuk arahnya biasanya para observer membidik teleskop, monokuler, dan binokulernya ke arah Matahari terbenam. Barulah setelah Matahari terbenam kita arahkan ke posisi hilal sesuai hasil perhitungan," kata Andi.