Oleh HASANUDDIN WAHID
Baca Juga:
Keinginan Ganjar Tingkatkan Status Guru, Mengajar Beberapa Tahun Bisa Bergaji hingga Rp30 Juta
BANK Dunia, lewat publikasinya bertajuk
The Promise of Education in Indonesia(18
November 2020), menyatakan, Indonesia telah berhasil mengerahkan lebih dari
10 juta pendaftaran siswa masuk ke pendidikan dasar dan menengah, atau naik 31
persen, dalam 20 tahun terakhir.
Indonesia
juga menunjukkan kemajuan besar dalam kesetaraan gender dalam pendidikan.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Mimpikan Gaji Guru Rp 30 Juta
Pada
tahun 1975, 65 persen siswa adalah laki-laki, sementara sekarang proporsi
laki-laki dan perempuan kira-kira sama, meskipun ada variasi penting di tingkat
daerah.
Namun,
Bank Dunia mencatat, tantangan terbesar pendidikan Indonesia adalah
pembelajaran yang kurang bermutu di sebagian besar sekolah/kampus, dan adanya
kesenjangan luar biasa soal mutu pembelajaran antar-sekolah, terutama di Jawa
dan luar Jawa.
Rata-rata
siswa tidak memenuhi nilai kelulusan Ujian Nasional kelas 12.
Sebanyak
70 persen anak tidak bisa menunjukkan literasi dasar menurut kriteria Program for International Student Assessment
(PISA) 2018.
Siswa
berprestasi rendah adalah anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak yang
tinggal di daerah terpencil atau penyandang disabilitas.
Gaji Guru dan Dosen
Disparitas
mutu pendidikan yang masih menganga lebar disebabkan oleh banyak faktor, di
antaranya adalah penyediaan infrastruktur yang masih terbatas dan tidak merata
ke seluruh pelosok tanah air.
Namun,
di atas segalanya, yang menjadi kendala paling utama pendidikan Indonesia
adalah faktor sumber daya (SDM), yaitu guru dan dosen.
Isu
tersebut paling mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR RI
dengan Persatuan Guru dan Dosen, pada 27 Maret.
Masalahnya
klasik, yaitu soal gaji guru dan dosen Indonesia yang masih jauh di
bawah standar kesejahteraan.
Gaji
guru dan dosen yang tak memadai disebut sebagai salah satu penyebab utama
rendahnya mutu pendidikan.
Gaji
yang kecil membuat guru/dosen sibuk mencari tambahan penghasilan di luar
sekolah/kampus.
Mereka
tidak fokus mengembangkan karakter dan kompetensinya untuk melakoni proses
pembelajaran yang berkualitas.
Memang,
belum lama ini sebuah lembaga survei internasional, salaryexlporer, dalam laproran hasil surveinya bertajuk Teaching/Education Average Salaries in Indonesia 2021,
mengungkapkan bahwa rata-rata gaji seorang yang bekerja di lembaga pendidikan
di Indonesia per 2021, termasuk perumahan, transportasi, dan tunjangan lainnya,
adalah Rp 12.900.000 per bulan.
Rata-rata
gaji terendah sebesar Rp 6.170.000 hingga rata-rata gaji tertinggi Rp
23.500.000.
Ketika
ditilik lebih lanjut, terungkap bahwa 25 persen dari total guru sekolah
berpenghasilan kurang dari Rp 8.110.000/bulan, sementara 75 persen
berpenghasilan lebih dari Rp 8.110.000, dan kurang dari Rp 16.300.000, dan 25 persen lainnya berpenghasilan lebih
dari Rp 16.300.000.
Namun,
rupanya survei tersebut hanya menyasar para guru/dosen di sekolah/kampus
komersial.
Makanya,
gambaran mengenai gaji orang-orang yang bekerja di dunia pendidikan Indonesia
terkesan mencengangkan.
Laporan
survei itu memberikan gambaran yang cukup ambigu perihal kondisi gaji
guru/dosen di Indonesia.
Sebab,
pada kenyataannya gaji guru/dosen di Indonesia jauh di bawah itu.
Gaji
pokok guru PNS di DKI Jakarta misalnya, golongan I: Rp 1.560.800 - Rp Rp
2.686.500; golongan II: Rp 2.022.200 - Rp Rp 3.820.000; golongan III: Rp 2.579.400 - Rp Rp 4.797.000; golongan IV: Rp 3.044.300 - Rp 5.901.200.
Memang
selain gaji pokok, guru PNS DKI Jakarta juga mendapatkan uang Tunjangan Kinerja
Daerah (TKD) yang nilainya lebih besar dibandingkan gaji pokok.
Guru
Calon PNS (CPNS) menerima TKD Rp 3.100.000, sedangkan guru PNS golongan IVc
sampai IVe menerima TKD Rp 6.521.250.
Namun,
jumlah penerimaan kotor para guru PNS di DKI Jakarta masih di bawah angka yang
disebut lembaga studi itu.
Penghasilan
guru Non-PNS (guru Yayasan) lebih kecil lagi.
Di
kebanyakan sekolah swasta, gaji guru sangat tergantung pada kemampuan Yayasan
pengelolnya.
Di
sekolah milik yayasan besar dan kuat, guru fresh graduate biasa mendapat gaji sekitar 3 - 3,5 jt.
Tapi
guru yang sudah lama dan menjadi guru tetap mendapat gaji antara Rp 7 hingga Rp 10 juta/bulan.
Tapi
kalau di sekolah milik yayasan kecil, guru bisa digaji sekitar Rp 2 juta saja.
Kondisi
yang tak lebih baik juga dialami para dosen di perguruan tinggi.
Menurut
sevima.com, gaji dosen perguruan
tinggi negeri (PTN) tahun 20021, ditentukan berdasarkan jabatan Asisten Ahli
(golongan III/b), Lektor Penata (golongan III/c) dan Lektor Penata Tingkat 1
(golongan III/d).
Gaji
dosen PNS yang berkarya 0-1 tahun golongan III berkisar antara Rp 2.688.500
hingga Rp 4.797.000.
Sementara
itu gaji dosen golongan IV berkisar antara Rp 3.044.300 dan Rp 5.901.200.
Gaji
pokok dosen di PTS besar antara Rp 8 hingga Rp 12 juta, di PTS menengah antara
Rp 5 hingga Rp 7 juta, sedangkan di PTS kecil antara Rp 2 hingga Rp 4 juta.
Tunjangan
Sejatinya,
sesuai PP RI Nomor 41 Tahun 2009, setiap pendidik profesional, seperti guru dan
dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik diberi tunjangan profesi setiap
bulan.
Besaran
tunjangan profesi adalah satu kali gaji pokok pegawai sesuai dengan peraturan
UU.
Khusus
untuk dosen dalam masa penugasan di suatu daerah, akan mendapatkan tunjangan
khusus setiap bulan setelah menyelesaikan tugas di daerah tersebut.
Besarnya
sama dengan tunjangan profesi, yaitu sebesar satu kali gaji pokok.
Bagi
dosen yang telah memiliki jabatan akademik profesor akan mendapatkan tunjangan
kehormatan setiap bulan.
Tunjangan
ini diberikan khusus kepada profesor PNS sebesar dua kali gaji pokok.
Selain
tiga jenis tunjangan di atas, dosen juga berhak mendapat tunjangan atas tugas
tambahan setiap bulannnya.
Hal ini
tercantum dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2007.
Tambahan
tugas yang dimaksud di atas meliputi tugas memimpin sebagai Rektor, Pembantu
Rektor, Dekan, Pembantu Dekan, Ketua Sekolah Tinggi, Pembantu Ketua, Direktur
Politeknik, Direktur Akademi, dan Pembantu Direktur.
Tunjangan
tambahan ini akan gugur jika dosen diangkat dalam jabatan struktural atau
fungsional.
Besaran
tunjangan atas tugas tambahan ini berkisar dari Rp 1,35 juta hingga Rp 5,5 juta
sesuai dengan tugas yang diemban.
Memang,
dosen memiliki banyaknya kesempatan untuk memperbesar pendapatannya.
Ia
berpeluang meraih hibah penelitian.
Ia juga
berpeluang untuk menjadi pembicara atau pengisi workshop; penulis buku;
reviewer peneliti; penulis modul praktikum; pengoreksi soal ujian; penguji
sidang akhir; pembimbing mahasiswa tugas akhir; dan pembimbing mahasiswa PKL
(Praktek Kerja Lapangan).
Dosen
juga memiliki kesempatan menjadi staf ahli para anggota DPRD, DPD, DPR,
Menteri, bahkan Presiden.
Dosen
yang diangkat menjadi staf ahli biasanya telah bergelar sebagai profesor atau
doktor.
Namun,
tidak semua dosen mendapat peluang untuk mendapat insentif penelitian atau
hibah riset.
Sangat
sedikit dosen yang menjadi pembicara atau pengisi workshop; penulis buku;
reviewer peneliti; dan penulis modul praktikum.
Dan,
sangat langka dosen PTS yang menjadi staf ahli DPR, Menteri, apalagi Presiden.
Sebetulnya
para dosen PTS mendapat peluang untuk mendapat insentif dari pemerintah melalui
program sertifikasi dosen.
Namun,
pada kenyataannya banyak dosen akhirnya menyerah memproses sertifikasi dosen
lantaran syarat administratifnya yang rumit.
Yang
bikin makin ribet adalah adminsitrasi kinerja dosen terkait dengan kelengkapan
administrasi program studi dan PTS yang pemenuhannya di luar wewenang dosen itu
sendiri.
Jadi,
gaji guru/dosen kita masih jauh dari memadai.
Sekadar
membandingkan, di Korea, Thailand, India dan Jepang, guru/dosen memperoleh gaji
yang nilainya mencapai 175 persen dari PDB per kapita negara mereka.
Hal itu
menandakan bahwa guru/dosen di sana berpenghasilan lebih dari rata-rata
penghasilan setiap penduduk.
Memuliakan Guru dan Dosen
Untuk
mereformasi pendidikan dan mencapai hal yang lebih baik sesuai dengan visi
Presiden Joko Widodo, penulis sepakat dengan rekomendasi Bank Dunia agar
Indonesia memilih beberapa opsi.
Dalam
kaitan dengan SDM, kita perlu memuliakan guru dan dosen dengan melakukan
beberapa hal yaitu: pertama, menyediakan biaya pelatihan bagi semua calon guru
dan dosen.
Kedua,
yang paling penting adalah menetapkan standar gaji yang sesuai dengan standar
kesejahteraan.
Ketiga,
mengelola anggaran pendidikan secara efisien dan akuntabel: mencegah kebocoran.
Sebab,
sebetulnya Indonesia adalah salah satu pembelanja pendidikan terbesar di dunia
jika pengeluaran diukur sebagai bagian dari total pengeluaran publik, tetapi
tidak jika pengeluaran diukur sebagai bagian dari produk domestik bruto (Bank
Dunia, 2020).
Pada
2020, pemerintah Indonesia mengalokasikan 20 persen dari belanja publik untuk
sektor pendidikan dengan total anggaran sebesar Rp 508 triliun (49 miliar dolar
AS).
Ini
kemudian dibagi secara terpusat, dengan proporsi yang signifikan diberikan
kepada pemerintah daerah melalui dana alokasi khusus.
Dilapokan,
lebih dari 80 persen dari anggaran tersebut dipakai untuk membaya gaji guru.
Namun,
standar hidup guru dan kinerja mereka tidak lebih daripada kebanyakan sistem
pendidikan di seluruh dunia.
Apabila,
kita fokus membenahi mutu guru dan dosen, niscaya niat dan upaya kita untuk
mereformasi pendidikan nasional akan berjalan mulus.
Bukan
mustahil, dunia pendidikan kita akan mampu bersaing lembaga pendidikan di
negara lain, menghasilkan SDM yang berkarakter, berkompeten dan siap
memenangkan persaingan di pasar kerja, baik domestik maupun global.
Kita
semua tentunya sangat berharap, semoga pandemi Covid-19 cepat berlalu, agar
upaya kita untuk memuliakan guru, dosen dan tenaga pendidikan dalam rangka
mereformasi sektor pendidikan bangsa kita, segera bisa diwujudkan. (Hasanuddin Wahid, Sekjen PKB dan Anggota
Komisi X DPR RI)-dhn
Artikel
ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memuliakan Guru, Kunci Sukses Reformasi Pendidikan",
Klik untuk baca:www.kompas.com/edu/read/2021/07/04/070000671/memuliakan-guru-kunci-sukses-reformasi-pendidikan