WahanaNews.co | Senjata kimia merupakan salah satu senjata yang sering dipergunakan dalam perang atau dalam penertiban masa.
Senjata kimia sudah digunakan berbagai negara sejak berpuluh tahun lalu di medan perang.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Zat kimia yang disematkan pada persenjataan menjadikannya efektif dan amat mematikan, namun karena itu justru disepakati tidak boleh digunakan.
Senjata kimia diketahui sudah dipakai sejak sebelum Masehi, namun versi canggihnya sebagai pembunuh massal terkemuka saat digunakan dalam Perang Dunia I tepatnya pada 1914 hingga 1918.
Pasukan Jerman meluncurkan serangan klorin di Ypres, Belgia pada 22 April 1915 yang membunuh 5 ribu tentara Prancis dan Algeria.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Lalu Jerman memakai berbagai gas dan moster lagi yang kemudian dibalas dengan cara serupa dari sekutu.
Saat perang berakhir lebih dari 1,3 juta orang terdampak senjata kimia, 91 ribu orang di antaranya tewas.
Sekitar 500 ribu tentara Rusia terdampak karena senjata kimia dalam periode itu, sementara kerugian dari kubu Inggris 180 ribu orang. Sepertiga total korban dari pihak Amerika Serikat selama Perang Dunia I disebabkan senjata kimia.
Jumlah kematian yang sangat besar di Perang Dunia I membuat banyak pemimpin dunia merasa perlu melarang pemakaian senjata kimia. Pada Konvensi Geneva 1925 sebuah protokol tentang larangan senjata kimia dan biologis disetujui banyak negara, namun ini tidak melarang produksi, penyimpanan, distribusi serta tidak ada prosedur verifikasi kepatuhan.
Kendati ada reaksi besar, senjata kimia tercatat kembali digunakan beberapa kali, misalnya oleh Inggris di Perang Sipil Rusia (1919), Spanyol di Moroko (1923-1926), Italia di Libia (1930), Soviet di Xinjiang (1934), dan Italia di Etiopia (1935-1940).
Menurut Britannica, tidak ada catatan senjata kimia di Perang Dunia II (1939-1945) selain dari Jepang. Namun pihak Poros dan Sekutu siap menggunakannya jika diserang lebih dulu.
AS dan Uni Soviet
AS dan Uni Soviet pada Perang Dingin (1945-1991) membangun persediaan senjata kimia yang sangat banyak.
Senjata kimia sudah digunakan berkali-kali selama periode ini, terutama digunakan dalam Perang Irak dan Iran pada 1980-1988.
Berakhirnya Perang Dingin membuat AS dan Soviet setuju melarang semua jenis senjata kimia yang telah dikembangkan selama Perang Dunia I (generasi pertama), Perang Dunia II (generasi kedua), dan Perang Dingin (generasi ketiga).
Seperti senjata nuklir dan senjata biologi, senjata kimia sering digolongkan senjata pemusnah massal.
Di bawah Konvensi Senjata Kimia (CWC) 1993, penggunaan senjata kimia dalam perang dilarang, seperti semua pengembangan, produksi, akuisisi, penimbunan, dan transfer senjata.
Namun demikian, tujuan CWC menghapus mutlak senjata kimia tidak serta merta membuat negara-negara maju memberhentikan pengembangannya.
Secara khusus, beberapa negara dengan pertahanan yang terbilang lemah juga mengembangkan senjata kimia.
Bukan tanpa alasan, hal itu bertujuan untuk mempertebal serangan melalui kekuatan konvensional yang terbilang lebih kuat dari banyak negara maju.
Selain itu, beberapa individu dan organisasi militan telah memperoleh senjata kimia untuk menyerang musuh dan digunakan buat menebar teror.
Ancaman lanjutan dari senjata kimia telah membuat banyak negara mempersiapkan pertahanan hingga perlawanan serta memberi tekanan diplomatik pada negara yang tidak patuh kepada CWC.
Berdasarkan beberapa interpretasi, CWC tidak meliputi senjata kimia generasi keempat, yang disebut nontradisional, seperti novichoks.
Sifat senjata kimia
Senjata kimia dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik fisiknya, seperti daya mematikan, daya tahan, cara kerja pada tubuh manusia, dan keadaan fisik (yaitu, gas, cair, atau padat).
Beberapa bahan kimia dianggap sangat mematikan.
Misalnya, zat seperti sarin, tabun, soman, dan VX dapat membunuh hampir seketika dengan beberapa tetesan yang diserap melalui kulit, dan dapat melumpuhkan dan menyebabkan kematian dalam hitungan menit.
Jenis-jenis senjata kimia
Senjata kimia merupakan senjata berbahan kimia, yang dibalut dalam berbagai bentuk. Efeknya bisa berpengaruh pada manusia, hewan dan tumbuhan.
Efek yang ditimbulkan bisa kerusakan organ tubuh ketika terhirup, diserap melalui kulit maupun tertelan lewat kontaminasi makanan atau minuman.
Bahan kimia menjadi dasar senjata ini dan disematkan dalam peluru artileri, ranjau darat, bom udara, hulu ledak, rudal, peluru mortir, granat, tangki semprot atau dengan berbagai cara untuk mengirimkan kepada target.
Tidak semua zat beracun cocok digunakan sebagai senjata kimia. Hanya ada belasan zat kimia yang bisa digunakan sejak 1900.
Senyawa yang digunakan harus sangat beracun dan mudah dibuat. Selain itu bahan kimia juga harus mampu menahan panas jika harus disebar menggunakan bom, ranjau, atau hulu ledak.
Dengan begitu, zat kimia yang digunakan juga harus tahan terhadap air, oksigen di atmosfer agar efektif ketika terdispersi.
Sejak Perang Dunia I, beberapa jenis bahan kimia telah dikembangkan menjadi senjata. Ini membuat targetnya tersedak, berdampak melepuh pada kulit, berdarah, hingga merusak sel saraf.
Melumpuhkan target dengan senjata kimia yang mengakibatkan tersedak pertama kali digunakan tentara Jerman, dan digunakan oleh pasukan sekutu pada Perang Dunia I, dikutip History.
Penggunaan senjata kimia besar-besaran pertama dalam konflik itu terjadi ketika Jerman melepaskan gas klorin dari ribuan silinder sepanjang 6 kilometer di Ypres, Belgia pada 22 April 1915. Gas itu menciptakan awan kimia dan terbawa angin hingga Perancis dan Aljazair.
Gas air mata termasuk senjata kimia
Senjata kimia tak hanya digunakan untuk perang saja, namun saat ini digunakan untuk pengendali kerusuhan. Dibalut dalam bentuk gas air mata.
Gas air mata membuat target sasaran muntah, sesak napas hingga rasa perih pada mata.
Senjata ini biasa digunakan pada kerumunan masa yang tak terkendali.
Kandungan gas air mata yang umum digunakan berbahan chloracetophenone (CN), chloropicrin (PS), dibenz (b,f)(1,4)oxazepine (CR), dan o-chlorobenzylidenemalononitrile (CS).
Penggunaan senjata kimia jenis gas air mata dilarang untuk peperangan oleh CWC, namun diizinkan untuk digunakan pihak kepolisian sebagai pengurai kerumunan, menurut laporan Britannica.
Dugaan senjata kimia Rusia di Ukraina
Senjata kimia disangkakan AS telah digunakan Rusia saat menginvasi Ukraina yang kini sudah memasuki pekan ketiga sejak 24 Februari lalu.
AS melontarkan pernyataan itu setelah Menteri Pertahanan Rusia Igor Konashenkov mengatakan AS mendanai pembuatan senjata biologis di Ukraina.
Konashenkov mengungkap punya bukti atas hal itu dan telah menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sejauh ini belum ada pembuktian dari kedua belah pihak tentang penggunaan senjata kimia dan biologi dalam konflik Rusia dan Ukraina. [bay]