WahanaNews.co | Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa macetnya aliran dana beasiswa mahasiswa Papua di Amerika Serikat (AS) yang berasal dari dana otonomi khusus (otsus) menjadi salah satu keprihatinan.
Hal ini disampaikan dalam pertemuannya dengan sejumlah tokoh masyarakat dan diaspora Indonesia di Washington DC pada Selasa (12/10/2021) malam.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
“Tadi saya dengar ada masalah karena gak selalu lancar beasiswanya. Ini yang padahal kita jagain, mulai dari rekrutmennya transparan, kriterianya jelas, kirim ke sekolah yang jelas dan persyaratannya jelas, pembayarannya pun sedapat mungkin selalu on time,” ujar Sri Mulyani, Kamis (14/10/2021).
Merujuk pada laporan tentang beberapa mahasiswa Papua yang sempat terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka di Amerika karena tak kunjung mendapat kiriman dana beasiswa dari pemerintah daerah Papua, ia menambahkan bawa Pemerintah Daerah (Pemda) Papua mendapatkan data otsus yang cukup besar, di mana salah satu penggunaannya adalah untuk mengirim anak-anak Papua bersekolah higga ke luar negeri.
Menkeu lalu menyiratkan harapannya agar soal keterlambatan pengiriman dana beasiswa ini tidak terulang lagi.
Baca Juga:
Sri Mulyani Minta Pemangkasan 50% Anggaran Perjalanan Dinas, Ini Instruksinya
Diketahui sebelumnya bahwa beberapa mahasiswa Papua yang berkuliah di George Mason University di Washington DC sempat terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka karena terlambatnya pengiriman dana beasiswa selama dua semester terakhir yang membuat mereka tidak dapat mendaftar untuk semester berikutnya.
Sumber mengatakan, keterlambatan ini bukan yang pertama kali, dan khusus keterlambatan kali ini membuat para mahasiswa yang terdampak berpotensi dipulangkan sebelum menyelesaikan studinya.
Beberapa mahasiswa Papua lalu menemui Sri Mulyani seusai pertemuan dengan pada Selasa malam waktu Washington DC tersebut, namun mereka belum bersedia memberi komentar lebih lanjut.
Menkeu Paparkan LPDP
Dalam pertemuan itu Sri Mulyani juga memaparkan tentang dana abadi di Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang kini jumlahnya mencapai sekitar Rp 81,7 triliun rupiah.
Besarnya dana abadi ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Jika awalnya dana LPDP ini digunakan untuk memberikan beasiswa pada mahasiswa berprestasi yang ingin menempuh pendidikan lanjutan di luar negeri, kini dana tersebut diberikan untuk beragam tujuan.
“Ketika bapak presiden meminta dialokasikan dana abadi kebudayaan, kita berikan. Juga dana abadi penelitian, dan dana abadi perguruan tinggi. Semuanya on top of dana abadi LPDP sendiri yang pertama kali dibuat fokus pada beasiswa pasca sarjana di universitas terbaik di dunia, (dan) ada kriterianya,” papar Sri Mulyani.
LPDP Juga Sasar TNI/Polri dan Pesantren
Saat ini, target LPDP menjadi sangat beragam karena juga menyasar para dosen yang ingin melanjutkan pendidikan strata dua di dalam negeri, pendidikan lanjutan bagi mahasiswa terbaik dari bagian timur Indonesia, serta personil TNI/Polri dan bagi pesantren.
“Kita sudah mulai dengan mengirim 100 lulusan terbaik pesantren untuk sekolah di luar negeri, tapi mereka juga bisa memilih di dalam negeri, dengan bidang-bidang yang cukup diverse. Jadi pesantren juga menjadi target kita,” tambah Sri.
Sebagian dana LPDP kini juga difokuskan pada pendanaan penelitian.
“Dulu hanya jika penelitian dengan (pihak) internasional, dan kita dapat sponsor. Tapi kini kita support all out untuk penelitian (seperti) penemuan vaksin (oleh) Eijkman, UGM, dan lain lain. Sekarang setelah dibuat BRIN, maka seluruh penelitian di bawah mereka Very excited kita memberikan banyak kesempatan pada semua kalangan,” ujarnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bersama sejumlah pejabat keuangan lain sedang berada di ibu kota AS, Washington DC, untuk mengikuti pertemuan tahunan Kelompok Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dimulai Senin (11/10/2021) lalu.
“Mengakhiri Pandemi. Jalan Menuju Pemulihan Yang Inklusif” menjadi tema besar pada pertemuan yang dihadiri para menteri keuangan, gubernur bank sentral, eksekutif swasta, perwakilan organisasi masyarakat sipil dan akademisi dari berbagai negara.
Pertemuan tersebut juga dilangsungkan untuk membahas isu-isu yang menjadi perhatian dunia, termasuk diantaranya prospek ekonomi, pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi dan efektifitas skema bantuan.
Untuk pertama kalinya sejak pandemi merebak Maret 2020 lalu, dilangsungkan secara tatap muka. [dhn]