WAHANANEWS.CO - Microsoft kembali mengirim sinyal keras kepada pengguna Windows untuk meninggalkan Google Chrome, dengan mendorong peralihan ke Microsoft Edge lewat notifikasi langsung setelah pembaruan sistem pada Selasa (16/12/2025).
Melalui pemberitahuan tersebut, Windows meminta pengguna menghentikan pengunduhan Google Chrome dan memilih Microsoft Edge sebagai browser utama, langkah yang dinilai sebagai upaya menjaga pengguna tetap berada dalam ekosistem Microsoft.
Baca Juga:
Rp 370 Triliun dari Negeri Paman Sam: Indonesia Gaet Komitmen Lima Raksasa AS
Mengutip laporan Forbes pada Selasa (16/12/2025), strategi ini disebut sebagai manuver terbaru Microsoft untuk mempertahankan dominasinya di tengah ketatnya persaingan pasar peramban internet.
Microsoft menyoroti isu perlindungan data pribadi dan keamanan siber, dengan mengeklaim Edge sebagai salah satu browser paling lengkap berkat fitur private browsing, pemantauan kata sandi, serta perlindungan terhadap berbagai ancaman digital.
Pendekatan semacam ini bukan pertama kali dilakukan, karena sebelumnya Microsoft kerap menegaskan bahwa Edge dibangun di atas Chromium, fondasi yang sama dengan Google Chrome.
Baca Juga:
Program AI Microsoft Gaet Ratusan Ribu Peserta, Pemerintah Dorong Pelatihan Inklusif
Namun dalam pembaruan Windows terbaru, narasi kesamaan dengan Chrome justru dihilangkan, dan Microsoft memilih fokus penuh pada pesan keamanan sebagai keunggulan utama Edge.
Langkah tersebut menuai kritik dari Aliansi Pilihan Browser, kelompok yang beranggotakan pengembang browser termasuk Google Chrome.
Aliansi itu menilai Microsoft menyebarkan pesan menyesatkan terkait keamanan demi memengaruhi pilihan pengguna.
“Microsoft seharusnya berpihak pada pengguna, bukan mendaur ulang pop-up lama dengan pesan baru untuk merusak pilihan konsumen dan menghalangi browser pesaing,” kata perwakilan aliansi tersebut.
Hingga kini, Microsoft belum memberikan pernyataan resmi menanggapi kritik yang dilayangkan oleh kelompok pengembang browser tersebut.
Strategi Microsoft ini mengingatkan pada langkah serupa yang pernah dilakukan Apple melalui kampanye Safari yang menyoroti isu privasi, pelacakan digital, dan teknik fingerprinting.
Apple sebelumnya mengeluarkan peringatan kepada pengguna iPhone dan Mac agar tidak lagi menggunakan Chrome maupun aplikasi Google lainnya, serta mendorong penggunaan Safari yang diklaim lebih aman bagi data dan privasi pada Selasa (16/12/2025).
“Safari bekerja untuk mencegah pengiklan dan situs web menggunakan kombinasi unik karakteristik perangkat Anda untuk membuat ‘fingerprint’ guna melacak Anda,” kata Apple.
“Untuk melawan praktik fingerprint, Safari menampilkan versi sederhana dari konfigurasi sistem sehingga lebih banyak perangkat terlihat identik bagi pelacak, sehingga lebih sulit bagi mereka untuk mengidentifikasi perangkat Anda,” lanjut Apple.
Apple juga menyoroti praktik pelacakan digital seperti fingerprinting yang disebut semakin sulit dikendalikan, terlebih setelah Google mencabut larangan terhadap metode pelacakan yang sulit dideteksi dan tidak bisa dinonaktifkan.
Fingerprinting bekerja dengan mengumpulkan potongan kecil data perangkat seperti jenis layar, bahasa, dan konfigurasi sistem operasi untuk membentuk identitas unik, berbeda dari cookies yang masih bisa dinonaktifkan pengguna.
Meski melarang penggunaan Chrome dan aplikasi Google lainnya, Apple menegaskan Safari tetap kompatibel dengan layanan Google seperti Docs, Sheets, dan Slides.
Selain isu privasi, Apple menyoroti potensi risiko keamanan baru dari integrasi Chrome dengan model kecerdasan buatan Gemini.
Browser berbasis AI dinilai berpotensi membuka celah serangan serius yang dapat dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab.
Google mengakui adanya ancaman tersebut, terutama serangan indirect prompt injection yang dapat memicu tindakan berbahaya tanpa sepengetahuan pengguna.
“Ancaman baru utama yang dihadapi oleh semua browser agen adalah injeksi prompt tidak langsung,” kata Google.
“Ancaman ini dapat muncul di situs berbahaya, konten pihak ketiga dalam iframes, atau dari konten buatan pengguna seperti ulasan, dan dapat menyebabkan agen melakukan tindakan yang tidak diinginkan seperti memulai transaksi keuangan atau mengekstraksi data sensitif,” lanjut Google.
Meski demikian, Google menyatakan telah menyiapkan sistem pertahanan berlapis untuk membuat serangan semacam itu menjadi lebih sulit dan mahal dilakukan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]