WahanaNews.co | Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menuai somasi.
Somasi tersebut dilayangkan oleh Dewan Pimpinan Nasional Kongres Pemuda Indonesia ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Baca Juga:
Pantas Anggota DPR Ngamuk ke Nadiem, Ternyata 17 Sekolah di NTT Mangkrak 2 Tahun
"Saya hanya melayangkan somasi ke bagian umum administrasi untuk diterima oleh Kemendikbud, karena tadi saya ke ruangan beliau tapi informasinya Nadiem masih di rumah," kata Kuasa Hukum Kongres Pemuda Indonesia Pitra Romadoni Nasution, di Kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Jumat (19/11).
Pitra menjelaskan pihaknya melayangkan somasi untuk merevisi Pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Pihaknya menilai frasa 'persetujuan korban' dalam pasal tersebut perlu direvisi dan ditinjau kembali.
"Menurut kami perlu ditinjau dan direvisi kembali yakni mengenai frasa Persetujuan Korban' karena bertentangan dengan norma-norma ketimuran yang dianut di Indonesia, terutama nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai sosial,"ujarnya.
Baca Juga:
Meledak-ledak Saat Semprot Mendikbud Nadiem, Inilah Profil Anggota DPR Anita Jacoba
Diketahui pasal 5 dalam aturan tersebut mengatur rumusan norma kekerasan seksual, mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, non-fisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 5 ayat (2) aturan tersebut juga menjelaskan terdapat beberapa poin bentuk kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan 'tanpa persetujuan'.
Pitra menyebut frasa tersebut dikhawatirkan menjadi dalih generasi muda untuk melakukan kekerasan seksual berdasarkan asas suka sama suka. Frasa tersebut juga dinilai akan semakin membuka celah terjadinya perilaku seks bebas di ruang lingkup perguruan tinggi.
“Bahwa terhadap hal tersebut, kami mensomasi Bapak Menteri Nadiem Anwar Makarim, agar dalam jangka waktu 7x24 jam sejak surat ini dilayangkan dan/atau diterima untuk segera merevisi Permendikbud 30/2021," tuturnya.
Sebelumnya aturan yang diterbitkan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 lalu menuai kontroversi karena beberapa pihak memprotes aturan tersebut.
Kritik datang dari Ormas Muhammadiyah yang menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.
Meski demikian, Kemendikbudristek sudah membantah bahwa aturan tersebut tak melegalkan kegiatan seks bebas di kampus. [rin]