WahanaNews.co | Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) akan memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta dan Suku Dinas
Pendidikan Jakarta Timur terkait seorang siswa yang dikeluarkan dari Sekolah
Terpadu Putra 1 Jakarta Timur.
Siswa
tersebut dikeluarkan karena orangtuanya tak mampu membayar iuran bulanan atau
uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Baca Juga:
Kadiv Humas Polri : Nama Calon Wakapolri Sudah ada, Saat ini Sedang Dalam Proses Pemilihan.
Selain
itu, KPAI juga akan memanggil pihak sekolah.
Komisioner
KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, pemerintah perlu dipanggil lantaran dianggap
bertanggung jawab dalam melindungi hak anak dalam belajar.
"Ini
kan sekolah swasta, tapi kan negara itu harus tetap memenuhi hak
atas pendidikan dan dalam hal ini Dinas Pendidikan adalah pengawas sekolah.
Jadi, kami akan memanggil sekolah, Dinas Pendidikan DKI, dan
Sudin Pendidikan Jaktim," kata Retno, saat dihubungi wartawan, Rabu
(6/1/2021).
Baca Juga:
Rapat Paripurna Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi Usul Inisiatif DPR
KPAI
akan meminta Disdik DKI Jakarta dan pihak sekolah untuk mencari jalan keluar
terkait masalah itu.
Tujuannya
agar siswa yang bersangkutan tetap mendapatkan hak mengenyam pendidikan.
"Yang
kami perjuangkan agar hak anak dalam mendapatkan pendidikan tak
direnggut," ujar Retno.
Tunggak SPP
Diberitakan, seorang siswa kelas 4 SD di Sekolah Terpadu
Putra 1, Jakarta Timur, berinisial O, dikeluarkan sejak Desember 2020.
Dia
dikeluarkan lantaran orangtuanya sudah menunggak SPP sejak April 2020.
Erlinda
Wati, selaku orangtua O, membenarkan bahwa dia tak mampu membayar tunggakan lantaran
kondisi ekonomi yang sulit di tengah pandemi.
Sebelum
O resmi dikeluarkan dari sekolah, Erlinda lebih dulu menerima surat peringatan
pada 11 Desember 2020 agar segera melunasi uang sekolah anaknya.
Dalam
surat itu, Erlinda diharuskan melunasi iuransekitar Rp 13 juta, paling
lambat 14 Desember 2020.
"Kayaknya, dengan
nominal sebesar itu, saya enggak bisa melunasi. Saya akhirnya menghubungi wali
kelas dan disambungkan ke kepala sekolah," kata Erlinda, saat
dihubungi wartawan, Selasa (5/1/2021).
Setelah
menghubungi kepala sekolah, ibu dua anak itu diminta membuat surat keterangan
dari pihak RT dan RW rumahnya agar mendapat keringanan dari pihak sekolah.
Namun,
Erlinda kesulitan mendapatkan surat tersebut, lantaran RT dan RW di lingkungan
domisilinya sedang tidak bisa ditemui.
Beberapa
hari kemudian, Erlinda mendapatkan informasi bahwa iuran harus dilunasi paling
telat 19 Desember 2020.
"Katanya
ini sudah keputusan final, dikasih waktu sampai tanggal 19 harus lunas, ya saya
dari mana lagi uangnya? Uang sebanyak itu dari mana? Hidup saya saja sudah
susah sekarang," ujar Erlinda.
Karena
tak bisa melunasi SPP sekolah anak, akhirnya Erlinda mendapatkan pesan singkat
dari kepala sekolah bahwa O tak bisa lagi melanjutkan pendidikan di SD Terpadu
Putra 1, terhitung sejak 23 Desember 2020.
Erlinda
kecewa dangan keputusan ini. Dia merasa sudah kooperatif dengan seluruh arahan
dan syarat yang diberikan sekolah.
Namun,
Erlinda tak mendapatkan toleransi mengingat kondisi ekonominya yang tengah
terpuruk.
"Siapa
sih yang mau enggak bayar uang sekolah. Kami mau bayar kok, bukan enggak mau.
Cuma gimana keadaan saya sekarang," kata Erlinda.
Atas tindakan
yang dia anggap diskriminatif ini, Erlinda akhirnya mengadu ke KPAI. [dhn]