WahanaNews.co | Peneliti Senior di Biro Meteorologi BMKG, Donaldi Permana menyebutkan, gletser abadi Puncak Jaya Papua atau dikenal juga dengan puncak es Papua akan punah pada tahun 2025-2027.
Gletser yang berada di Taman Nasional Lorentz di provinsi Papua adalah gletser tropis terakhir di Asia. Beberapa orang menyebutkan 'Gletser Keabadian' yang meski tentu tidak akan bisa bertahan lama.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
"Bahkan, sebagian orang Indonesia tidak mengetahui bahwa kita memiliki gletser. Es-nya sudah mencair sejak revolusi industri," kata Donaldi, beberapa waktu lalu.
Dr Donaldi mengatakan bahwa Puncak Jaya memang tidak ada es di puncaknya, namun di sekitarnya ada beberapa lapisan es yang dulunya adalah satu gletser besar.
Gletser tropis adalah salah satu indikator perubahan iklim paling sensitif. Kini jumlahnya semakin sedikit yang tersisa di dunia. Selain di Papua, gletser tropis juga ada di Amerika Selatan dan Afrika.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
Sedangkan Puncak Jaya Papua adalah gunung tertinggi di Indonesia, puncak tertinggi antara pegunungan Himalaya dan Andes.
Pada ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, penurunan suhu dan hujan berubah menjadi salju, selanjutnya akan membentuk es dan memadat menjadi gletser.
Terkait prediksi puncak es Papua akan punah ini, berdasarkan hasil studi tahun 2020 lalu, dr Donaldi juga menjelaskan bahwa pengaruh suhu yang memanas membuat hujan yang turun di kawasan Puncak Jaya Papua tidak lagi berubah menjadi salju.
Akibatnya, gletser mencair dari atas dan bawah.
"Kami menyebutnya pelelehan basal, mencair dari dasar. Saat daerah yang lebih gelap di sekitar gletser membesar, maka gletser akan menyerap lebih banyak radiasi matahari, sehingga semakin hangat," jelas Dr Donaldi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, tak hanya itu saja, tanah di mana gletser berada tidak datar, sehingga es dapat meluncur ke bawah lebih cepat.
Proses mencairnya es yang cepat tersebut terlihat dari data grafis penyusutan luasan wilayah gletser dari tahun 1850-2018, dari luas 19,3 kilometer persegi hingga 0,5 kilometer persegi.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa Gletser Keabadian di Puncak Jaya akan benar-benar menghilang pada tahun 2026, tetapi diprediksi puncak es Papua ini kemungkinan bisa punah atau menghilang pada tahun 2021 lalu.
Kondisi kian mencairnya gletser abadi di Puncak Jaya Papua ini menjadi petunjuk penting bagaimana perubahan iklim Bumi semakin dekat.
Donaldi menyampaikan bahwa perkembangan terkini dari puncak es Papua teramati ketebalannya berkurang dalam tahun 2020-2021.
Secara umum, pencairan es di dunia mulai tahun ~1850 saat awal revolusi Industri.
Saat itu, luas lapisan es di Puncak Jaya diestimasi sekitar 20 kilometer persegi, atau tepatnya luas gletser saat itu mencapai 19,3 kilometer persegi.
Kemudian dalam 20 tahun terakhir, luas es Puncak Jaya Papua ini terus menipis. Puncak es Papua mencair dan menipis menjadi ~2 km2 pada 2002, ~1.8 km2 pada 2005; ~0.6 km2 pada 2015; ~0.46 km2 pada Maret 2018; dan ~0.34 km2 pada Mei 2020.
Di sisi lain, pengukuran pertama tebal es dilakukan oleh tim BMKG bekerjasama dengan The Ohio State University (USA) pada tahun 2010 dengan tebal es 32 meter.
Selanjutnya, pada 27 meter pada 2015, 22 meter pada 2016 (dikarenakan EL Nino Kuat) dan hanya tinggal 8 meter pada 2021.
"Dengan kondisi seperti ini, pada tahun 2025-2027, kemungkinan es akan punah," jelas dr Donaldi kepada, Rabu (23/3/2022).
"Selain itu, tahun ini kami berencana untuk kembali melakukan survey monitoring ke Puncak Es Papua. Kemungkinan pada bulan Juni atau Juli, tergantung kondisi di lapangan," tambahnya.
Dengan adanya hasil penelitian dan monitoring yang dilakukan BMKG Terkait puncak es Papua di Puncak Jaya itu, para ilmuwan meyakini bahwa pertanda perubahan iklim Bumi itu nyata dan harus mulai diperhatikan, serta melakukan mitigasi seoptimal mungkin dalam berbagai sektor. [rin]