WAHANANEWS.CO, Jakarta - Perlombaan kecerdasan buatan (AI) global kini memasuki babak baru yang semakin panas.
China kembali menunjukkan taringnya lewat gebrakan besar dari Baidu, raksasa teknologi yang kerap disebut sebagai ‘Google versi Tiongkok’.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kesiapan Pertamina Geothermal Pasok Listrik ke 2 Juta Pelanggan dengan Energi Bersih Tenaga Panas Bumi
Langkah terbarunya: membuka akses terhadap model bahasa besar (LLM) andalannya, ERNIE, ke seluruh dunia.
Pengumuman ini mempertegas ambisi China untuk menantang dominasi Amerika Serikat di sektor AI.
Dalam kompetisi yang semakin sengit, Baidu tak hanya tampil sebagai pemain kuat, tetapi juga sebagai pengganggu harga yang bisa mengguncang industri AI secara global.
Baca Juga:
Israel Kacau Usai Dirudal Iran, Warga Menjarah Mal dan Apartemen Mewah
“Baidu sedang menyemai dunia dengan model AI buatan China,” kata analis AI Alec Strasmore, dikutip pada Senin (30/6/2025). Ia bahkan menyebut langkah ini sebagai bom molotov yang dilemparkan ke jantung ekosistem AI dunia.
Pada Maret lalu, Baidu mengklaim model terbaru mereka, ERNIE X1, mampu menyaingi performa DeepSeek R1 namun dengan biaya setengahnya.
Sebuah strategi yang bukan hanya efisien, tapi juga agresif dalam mendobrak batasan harga dan aksesibilitas.
"Ini bukan kompetisi, ini adalah deklarasi perang terhadap harga," tegas Strasmore. Ia menilai gebrakan open source dari Baidu akan memaksa pemain mapan seperti OpenAI dan Anthropic untuk mengevaluasi ulang model bisnis premium mereka.
Sean Ren, profesor madya ilmu komputer di University of Southern California dan peneliti AI dari Samsung, menilai gebrakan ini bisa mengubah arah industri.
“Setiap kali perusahaan besar membuka sumber model yang kuat, hal itu meningkatkan standar untuk seluruh industri,” katanya.
Sementara itu, CEO Baidu Robin Li menyatakan bahwa langkah mereka bertujuan mempercepat inovasi di tingkat global.
“Kami ingin para pengembang bisa membangun aplikasi terbaik tanpa dibatasi oleh biaya dan alat,” ungkapnya.
Kendati sebagian pengamat di AS memandang dampaknya belum terlalu terasa karena minimnya eksposur Baidu di kalangan publik Barat, para analis menyepakati bahwa ini adalah langkah strategis yang akan memengaruhi dinamika industri secara luas.
"Kebanyakan orang di AS bahkan tidak tahu bahwa Baidu adalah perusahaan teknologi asal China," kata Cliff Jurkiewicz, Wakil Presiden Strategi Global di Phenom.
Namun perlombaan telah dimulai, dan medan tempurnya kini meluas dari sekadar inovasi, ke isu harga, akses, dan dominasi geopolitik.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]