WahanaNews.co, Jakarta - Saat ini, matahari memainkan peran krusial sebagai sumber gravitasi dan sumber energi yang mendukung kehidupan di Bumi.
Namun, suatu hari nanti, keberadaannya akan mengakibatkan kehancuran planet kita.
Baca Juga:
Pisah Sambut Kajari Samosir: Estafet Kepemimpinan di Bumi Ulos
Seiring dengan penuaan bintang pusat tata surya, siklus hidupnya pada akhirnya memaksa matahari untuk menelan bumi kita.
Pertanyaannya kemudian, berapa lama waktu yang tersisa bagi Bumi sebelum benar-benar diserap oleh matahari?
Diperkirakan bahwa ini akan terjadi beberapa miliar tahun ke depan. Meski demikian, kehidupan di Bumi kemungkinan besar tidak akan dapat menyaksikan peristiwa tersebut.
Baca Juga:
Pesawat Antariksa China dalam Perjalanan Pulang ke Bumi, Bawa Sampel Sisi Jauh Bulan
Kehidupan diyakini akan berakhir jauh sebelum matahari mencapai tahap tersebut.
Para ahli menjelaskan, "Bumi diperkirakan akan menjadi tidak ramah bagi sebagian besar bentuk kehidupan dalam kurun waktu sekitar 1,3 miliar tahun ke depan karena perubahan alami dalam evolusi matahari," seperti yang diungkapkan kepada Live Science pada Minggu, (3/12/2023).
Khususnya kita sebagai manusia, diprediksi akan menghadapi kiamat kubra lebih cepat.
Manusia bisa dengan mudah membawa dirinya dan spesies lainnya yang tak terhitung jumlahnya menuju kepunahan dalam beberapa abad mendatang.
Indikatornya, manusia tidak mengurangi perilaku yang menyebabkan laju perubahan iklim yang memburuk.
Kematian Matahari
Tentu saja, konteks dari proses dan perhitungan ini berkaitan dengan domain ilmu pengetahuan murni, terutama dalam ranah sains.
Bagi para ilmuwan, tantangan utama yang dihadapi oleh planet kita adalah perubahan evolusi matahari.
Menurut Ravi Kopparapu, seorang ilmuwan planet di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, "Bumi diperkirakan memiliki periode sekitar 4,5 miliar tahun sebelum matahari mencapai tahap raksasa merah besar dan akhirnya menelan Bumi."
Fase raksasa merah merupakan waktu di mana sebuah bintang telah mencapai titik akhir dari evolusinya, menjadi semacam krisis akhir, di mana tidak ada lagi bahan bakar hidrogen untuk menjalankan reaksi fusi nuklir, dan bintang tersebut mulai meredup.
Badan Antariksa Eropa (ESA) menjelaskan bahwa fase ini dimulai pada tahap akhir evolusi bintang, ketika bintang tersebut telah habis mengonsumsi hidrogen sebagai bahan bakar untuk fusi nuklirnya, dan proses penuaan pun dimulai.
Analoginya seperti pria tua yang sudah tidak lagi dapat menemukan makanan, apalagi minuman.
Begitu fusi di kedalaman jantung matahari berhenti, gravitasi akan mengambil alih.
Gravitasi akan membuat inti helium mulai terkompresi sehingga menaikkan suhunya. Lonjakan panas tersebut menyebabkan lapisan plasma terluar Matahari mengembang drastis.
“Matahari akan membengkak setidaknya sebesar orbit Bumi,” kata Kopparapu. Maksudnya, lingkaran yang dibuat Bumi saat mengelilingi matahari.
Usia Bumi
Seperti disinggung di awal, Bumi kemungkinan besar tidak akan bertahan selama 4,5 miliar tahun tersebut.
Jika pun dia ada, pastinya bukan Bumi seperti yang kita kenal saat ini. Kemungkinan dia juga sudah menjadi gila, bahkan sebelum kegilaan matahari.
“Anda tidak perlu menunggu lapisan terluar (matahari) mencapai Bumi,” kata Kopparapu.
Planet kita tercinta akan mengalami panas ekstrem jauh sebelum Matahari menyelesaikan transisinya menjadi raksasa merah.
"Ketika proses kematian matahari meningkat, suhu lautan akan menguap, atmosfer pada akhirnya akan hilang, dan gaya pasang surut gravitasi matahari akan menghancurkan Bumi,” kata dia.
Sekitar 1,3 miliar tahun dari sekarang, manusia tidak akan mampu bertahan hidup secara fisiologis di alam, Bumi kita.
Kondisi panas dan lembab akan menyerang kita tanpa henti.
"Dalam waktu sekitar 2 miliar tahun, lautan mungkin akan menguap ketika luminositas matahari hampir 20 persen lebih tinggi dibandingkan sekarang," kata Kopparapu.
Beberapa kehidupan kemungkinan bisa bertahan hingga saat itu, seperti ekstriofil yang hidup di dekat ventilasi hidrotermal di dasar laut. Sementara manusia sudah selesai.
“Manusia dan semua kehidupan kompleks sangat membutuhkan lingkungan layak huni. Diserang demam yang hanya mencapai 3,3 derajat selcius saja bisa mengancam nyawa manusia," kata Rodolfo Garcia, seorang mahasiswa doktoral astronomi dan astrobiologi di Universitas Washington.
"Suhu bola basah yang berbahaya, di mana manusia tidak bisa lagi mendinginkan tubuh dengan berkeringat akan segera terjadi, hanya beberapa derajat lagi," kata Kopparapu.
Untuk diketahui, suhu bola basah adalah kombinasi suhu, kelembapan, kecepatan angin, sudut matahari, dan tutupan awan.
Batas suhu bola basah bagi manusia pertama kali diprediksi sebesar 95 F (35 C). Namun penelitian terbaru menunjukkan suhu bola basah serendah 86 F (30 C) sudah bisa mematikan. Begitu rentannya kehidupan kita.
Beberapa tempat di Bumi telah mencapai suhu bola basah melebihi 90 F (32 C) pada beberapa kesempatan. Model iklim juga memperkirakan suhu 95 F(35 C) akan biasa terjadi di wilayah seperti Timur Tengah pada akhir abad ini.
"Pada suhu tersebut, manusia akan memasak dalam cuaca panas," kata Kopparapu.
Intinya, gas rumah kaca telah mengancam kehidupan dan masyarakat di bumi jauh sebelum matahari mati.
“Jika kita berbicara tentang kehidupan manusia, seratus tahun ke depan akan menjadi hal yang menarik,” kata Kopparapu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]