WahanaNews.co | Tren cuaca faktanya tengah mengalami kenaikan akibat pemanasan global.
Posisi Indonesia di wilayah kepulauan khatulistiwa jadi benteng alami dari gelombang panas.
Baca Juga:
Kaum Miskin Paling Terancam, Panas Ekstrem di Eropa Picu 50 Ribu Kematian
Sejumlah negara tetangga, seperti Thailand, Laos, dan Vietnam, mencapai tingkat suhu yang belum pernah dialami sebelumnya di kawasan ini.
Thailand memecahkan rekor hari terpanas dalam sejarah dengan angka 45,4º Celcius pada 15 April. Negara tetangganya, Laos, mencapai rekor 43,5º Celcius selama dua hari berturut-turut di Mei.
Rekor sepanjang masa Vietnam pecah di awal Mei dengan 44,2º Celcius. Pada 1 Juni, Vietnam memecahkan rekor untuk hari terpanas bulan Juni dalam sejarah dengan 43,8º Celsius.
Baca Juga:
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis: Wilayah RI Terdampak hingga Agustus 2024
Melansir dari CNNIndonesia.com, Senin (12/6/2023), sejarawan cuaca Maximiliano Herrera, dikutip dari CNN, menggambarkan kondisi ini sebagai "gelombang panas paling brutal yang tidak pernah berakhir." Kondisi ini diprediksi berlanjut hingga bulan ini.
Laporan terbaru World Weather Attribution (WWA) mengungkap gelombang panas di Asia Tenggara pada April adalah peristiwa sekali dalam 200 tahun yang "hampir mustahil" terjadi tanpa perubahan iklim yang dipicu oleh ulah manusia.
Berdasarkan konsensus para ahli, gelombang panas (heatwave) punya ciri kenaikan suhu setidaknya 5º Celsius dan berlangsung paling tidak lima hari berturut-turut.
Meski sempat mengalami kondisi panas terik, Indonesia disebut tak terpengaruh gelombang panas tersebut.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG) Dwikorita Karnawati mengungkap sejumlah kondisi geografis yang menguntungkan RI.
Pertama, wilayah Indonesia merupakan kepulauan, dengan lebih dari 60 persen-nya adalah lautan, bukan benua atau daratan yang luas.
"Sehingga fenomena heatwave yang berdampak pada peningkatan suhu udara sulit terjadi di wilayah Indonesia," ucapnya, dalam konferensi pers daring, Selasa (6/6).
"Fungsi lautan itu sebagai pendingin, sehingga sulit untuk mengalami gelombang panas," lanjutnya.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menambahkan kondisi yang dialami Indonesia saat ini hanya panas terik harian.
"Kalau melihat apakah sudah mengalami heatwave, saat ini di Indonesia tidak mengalami heatwave, ini adalah panas terik variasi harian," ucapnya.
Gerak semu Matahari
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko menjelaskan suhu panas di wilayah Asia dipengaruhi salah satunya oleh gerak semu Matahari. Faktor yang mempengaruhi lainnya adalah pemanasan global.
"Para pakar iklim menyimpulkan bahwa tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering," ujarnya dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
Gelombang panas, kata Urip, punya beberapa karakteristik. Pertama, gelombang panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi bagian utara atau selatan.
Kedua, terjadi pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.
"Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas."
Ketiga, gelombang panas biasanya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area dengan luasan yang besar secara persisten dalam beberapa hari.
Itu berkaitan dengan aktivitas gelombang Rossby di lapisan troposfer bagian atas. Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan.
Alhasil, kata Urip, suhu permukaan meningkat karena "umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer." Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut.
"Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area karena umpan balik positif antara daratan dan atmosfer, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut."
Keempat, sesuai standar Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), gelombang panas mesti ditandai dengan kenaikan 5º C dalam tempo lima hari berturut-turut.
Sementara, katanya, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas.
Secara karakteristik fenomena, Urip menyebut suhu panas di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu Matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun.
Sejauh ini, lonjakan suhu maksimum di Indonesia yang mencapai 36,4°C melalui pengamatan stasiun BMKG di Deli Serdang pada 30 Mei.
Menurutnya, suhu maksimum teramati pada kisaran 34º hingga 36° C, yang masih masuk variasi suhu maksimum 34°C - 36°C.
Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, "bulan April - Mei - Juni adalah bulan - bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober - November."
[Redaktur: Alpredo]