WahanaNews.co | Riset dari Asian Development Bank memberikan tiga aspek yang dapat ditingkatkan untuk mengembangkan ekosistem perusahaan rintisan (startup) di Indonesia.
Riset yang berkolaborasi dengan lembaga penelitian SMERU itu menunjukkan perusahaan rintisan berorientasi pembangunan di Indonesia akan di untungkan dengan pengembangan ekosistemnya untuk mewujudkan potensi mereka dan berkontribusi pada pembangunan negara.
Baca Juga:
Gubernur Rusdy Mastura mendampingi Presiden Jokowi Meresmikan 4 Bandara
Sementara fintech dan e-commerce mendominasi ekosistem digital di Indonesia, sedangkan perusahaan rintisan yang berfokus di area seperti pendidikan, kesehatan, agrikultur dan teknologi ramah lingkungan berkembang kurang pesat berdasarkan studi Indonesia’s Technology Startups: Voices From the Ecosystem.
Inovasi-inovasi perusahaan rintisan ini akan berdampak tinggi terhadap pembangunan seperti perbaikan kesehatan dan kesejahteraan, pekerjaan, dan solusi iklim. Namun, mereka sering dianggap berisiko oleh investor dan lembaga keuangan yang ada selama ini.
Menurut studi tersebut, ada tiga aspek yang dapat difokuskan untuk meningkatkan ekosistem perusahaan rintisan Indonesia meliputi kualitas inkubator dan akselerator, akses keuangan untuk perusahaan rintisan tahap awal, dan pengembangan bakat.
Baca Juga:
Di COP28, PLN Galang Kolaborasi Global Dukung Pendanaan Transisi Energi di Tanah Air
Inkubator dan akselerator dapat memperoleh manfaat dari staf yang lebih baik, terutama karyawan dengan pengetahuan bisnis yang lebih banyak, dan mentor dengan keahlian dan pengalaman sektor.
Perusahaan rintisan baru kesulitan meyakinkan investor untuk menyediakan pendanaan, menyoroti pentingnya untuk menemukan dan mengembangkan sumber modal dan dukungan alternatif.
Menemukan bakat yang baik juga menjadi tantangan karena pasokan yang sedikit dan persaingan dari perusahaan besar dalam upaya perekrutan. Ini tentu selain dari kebutuhan untuk distribusi dukungan geografis yang lebih baik.
“Pemain kunci dan program terkonsentrasi di Jawa khususnya di Jakarta dan di Bali, sementara daerah lain kurang terlayani,” ucap Peneliti Senior SMERU Research Institute dan penulis utama laporan, Palmira Permata Bachtiar, dalam siaran resmi yang diterima Rabu (28/6).
Palmira menambahkan akan lebih baik jika memikirkan satu ekosistem nasional dan sebagai gantinya mempertimbangkan beberapa ekosistem kota dan lokal yang melayani perusahaan rintisan terdekat.
Untuk memperoleh keragaman perspektif pada riset, tim studi melakukan wawancara dengan beberapa pihak mulai dari kementerian hingga pendiri perusahaan rintisan.
“Para peneliti berdialog dengan pejabat kementerian, manajer inkubator, dan pendiri perusahaan rintisan, serta pemodal dan lainnya,” kata Principal Economist ADB Paul Vandenberg, salah satu penulis laporan tersebut.[sdy]