WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kekurangan zat besi atau Anemia Defisiensi Besi (ADB) kini menjadi tantangan serius bagi kesehatan anak-anak di Indonesia, selain masalah stunting.
Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2024 menunjukkan bahwa 23,8 persen anak berusia 0–4 tahun mengalami anemia.
Baca Juga:
PLN Terima Penghargaan ADB atas Implementasi Safeguards Proyek Ketenagalistrikan di Indonesia
Gejala kekurangan zat besi sendiri umumnya mulai muncul sejak bayi berusia enam bulan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, dr. Lovely Daisy, MKM, dalam sebuah seminar yang digelar oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ) bekerja sama dengan Majelis Kesehatan PP 'Aisyiyah, Jumat (16/5/2025).
“Hampir seperempat dari balita kita mengalami anemia,” ujar dr. Lovely. Ia menambahkan, tingginya angka kasus ADB di kalangan balita terungkap setelah pelaksanaan Program Kesehatan Gratis (PKG) oleh Kementerian Kesehatan pada awal tahun ini.
Baca Juga:
Selandia Baru Berkomitmen 25 Juta Dolar AS untuk Transisi Energi Hijau
Dari program tersebut, ditemukan bahwa lebih dari 1.000 anak di bawah usia dua tahun mengalami ADB.
Kondisi ini menempatkan anemia sebagai salah satu dari lima masalah kesehatan utama pada anak, sejajar dengan gangguan gizi, keterlambatan perkembangan, dan masalah kesehatan gigi.
“Kita temukan 1.000 lebih itu balita 2 tahun dengan anemia. Ini prevalensinya lumayan cukup tinggi sebenarnya,” lanjut dr. Lovely.