WahanaNews.co, Jakarta - Selingkuh bisa disebut sebagai fenomena yang rumit dan terkadang sulit dipahami, karena melibatkan beragam faktor, baik dari segi biologis maupun psikologis.
Aspek biologis mencakup variabilitas genetik dan respons neurokimia terhadap dorongan reproduktif.
Baca Juga:
Polisi Biadab di Makassar, Dipergoki Selingkuh Lalu Seret Istri di Jalanan Pakai Mobil
Pada tingkat genetik, dorongan untuk mencari variasi genetik sebagai bentuk adaptasi evolusioner bisa mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk berselingkuh.
Di sisi lain, neurotransmitter seperti dopamin dan hormon seksual seperti testosteron dapat memainkan peran penting dalam memotivasi perilaku seksual, hingga kecenderungan selingkuh.
Kompleksitas psikologis juga turut berkontribusi pada kesulitan memahami fenomena selingkuh.
Baca Juga:
Dugaan Penistaan Agama, Polda Metro Jaya Panggil Istri Pejabat Kemenhub
Setiap individu membawa sejumlah besar pengalaman pribadi, nilai-nilai, dan kebutuhan emosional ke dalam hubungan.
Variabilitas lingkungan, stres, dan perasaan kepuasan diri juga menjadi faktor-faktor yang dapat memicu atau memperumit keputusan untuk berselingkuh.
Sains, dengan pendekatannya yang rasional, mencoba memberikan wawasan tentang mengapa sejumlah pria memilih untuk berselingkuh. Nah, inilah beberapa alasan menurut sudut pandang sains.
Variasi Genetik dan Dorongan Reproduktif
Sains mencatat bahwa pada tingkat genetik, ada dorongan alami untuk memastikan kelangsungan garis keturunan.
Beberapa penelitian menyarankan bahwa hasrat untuk variasi genetik dapat memainkan peran dalam perilaku selingkuh.
Meskipun hal ini tidak dapat digeneralisasi untuk semua pria, namun sains berpendapat bahwa dorongan reproduktif bisa menjadi salah satu faktor yang memicu perilaku selingkuh.
Neurokimia dan Hormon Seksual
Aspek neurokimia dan hormon seksual juga dapat memainkan peran dalam kecenderungan selingkuh.
Hormon seperti testosteron, yang dikenal sebagai hormon libido, bisa mempengaruhi tingkat hasrat seksual seseorang.
Riset telah menunjukkan bahwa perubahan hormonal dapat memengaruhi perilaku seksual, termasuk kecenderungan untuk berselingkuh.
Variabilitas Level Dopamin
Dopamin, neurotransmitter yang terlibat dalam sensasi kesenangan dan kepuasan, juga dikaitkan dengan perilaku selingkuh.
Tingkat dopamin yang rendah dapat mengarah pada pencarian kepuasan tambahan di luar hubungan yang ada.
Pria yang mencari stimulasi tambahan mungkin merasa terdorong untuk berselingkuh guna meningkatkan tingkat dopamin mereka.
Faktor Lingkungan dan Stres
Faktor lingkungan, seperti tekanan kerja atau ketegangan dalam hubungan, dapat memainkan peran penting.
Pria cenderung mencari pelarian dari stres dan tekanan, dan dalam beberapa kasus, hal ini dapat mengarah pada perilaku selingkuh sebagai bentuk melepaskan diri dari masalah yang ada.
Perasaan Kepuasan Diri dan Status Sosial
Aspek psikologis juga bisa menjadi pendorong. Pria yang mungkin merasa tidak puas secara emosional atau mencari pengakuan dalam bentuk lain dapat tergoda untuk mencari kepuasan di luar hubungan mereka.
Hasilnya, perilaku selingkuh bisa menjadi cara untuk memperoleh rasa nilai diri atau status sosial yang mungkin dirasa kurang.
Penting untuk diingat bahwa alasan-alasan ini bersifat umum dan tidak dapat dijadikan generalisasi untuk semua pria. Setiap individu memiliki konteks dan keadaan yang unik.
Sains memberikan wawasan yang berguna, tetapi tetaplah penting untuk memahami bahwa setiap hubungan adalah dinamis dan kompleks.
Komunikasi terbuka dan pemahaman bersama tetap menjadi kunci dalam menjaga hubungan yang sehat.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]