WahanaNews.co, Jakarta – Fondasi Cakar ayam merupakan sebuah fondasi yang terbuat dari pelat baja kemudian ditanam dan mencengkeram dasar bangunan untuk memperkokoh dari beban bangunan.
Fondasi cakar ayam merupakan salah satu fondasi yang sering digunakan pada bangunan. Fondasi ini kerap digunakan karena dianggap kokoh.
Baca Juga:
PLN Beberkan Strategi Atasi Trilema Energi di Universitas Brawijaya
Fondasi ini tidak hanya digunakan di Indonesia saja, tetapi juga di beberapa negara lainnya. Sebut saja Amerika, Jerman, Inggris, dan lainnya.
Lantas, siapa pencipta fondasi cakar ayam?
Melasin detikproprti, Minggu (10/3/2024) ternyata, pencipta fondasi cakar ayam berasal dari Indonesia lho, yaitu Prof. Ir. Sedijatmo. Fondasi ini ditemukan oleh Prof. Ir. Sedijatmo pada 1962 ketika ia masih bekerja di Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Baca Juga:
Peran Mahasiswa Papua Mendukung Pembangunan Kesejahteraan di Wilayah Papua
Untuk diketahui, Prof. Ir. Sedijatmo lahir pada 1909 di Jawa Tengah. Ia merupakan salah satu tokoh sipil Indonesia. Dirinya mengenyam pendidikan di ITB pada 1930-1934 dan mulai bekerja di berbagai instansi pemerintah setelah lulus kuliah.
Dalam buku berjudul Prof. Ir. Sedijatmo Karya dan Pengabdiannya yang ditulis oleh Mardasana Safwan dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional tahun 1984, disebutkan bahwa pada Mei 1962 Prof. Ir. Sedijatmo ditugaskan memimpin Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tanjung Priok, yang bertanggung jawab atas pengaliran listrik dari sentral tersebut ke Gelora Senayan untuk keperluan Asian Games.
Pembangunan transmisi tersebut harus selesai pada Agustus 1962. Namun, yang jadi masalah adalah untuk memasang jaringan transmisi ini harus mendirikan tiang transmisi di Ancol yang tanahnya lunak atau lembek. Prof. Ir. Sedijatmo harus memutar otak agar proyek tersebut bisa selesai dalam waktu singkat.
Meski pikirannya sedang kalut memikirkan proyek besarnya itu, ia masih sempat berpiknik dengan anak-anaknya ke daerah Cilincing, Jakarta Utara.
Saat anak-anaknya sedang bermain di pantai, ia termenung memandangi pohon kelapa yang berdiri tegak di tanah yang lunak.
Prof. Ir. Sedijatmo berpikir kenapa pohon kelapa yang berakar serabut bisa berdiri kokoh di tanah lunak walaupun diterpa angin kencang, seharusnya pohon kelapa berakar tunjang yang dinilai lebih kuat.
Sejurus kemudian, Prof. Ir. Sedijatmo menarik kesimpulan justru akar serabut sangat efisien karena dengan 'mencakar' tanah seluruhnya dan sekelilingnya, akar ini lebih kuat menahan berdirinya pohon dibandingkan akar tunjang yang mencapai lapisan tanah keras jauh di bawah permukaan.
Kemudian, timbul pikiran Prof. Sedijatmo memasang tiang transmisi di Ancol identik dengan akar serabut. Sistem fondasi baru ini disebut 'sistem cakar ayam'.
Sistem konstruksi ini terdiri dari pelat beton setebal 10 cm dan sejumlah pipa beton berdiameter 1 meter dan tinggi 2 meter.
Setelah pipa beton ditanam tegak di dalam tanah, dibuatlah pelat beton di atasnya sedemikian rupa sehingga pelat dan pipa-pipa menjadi satu kesatuan. Di atas pelat inilah didirikan tiang transmisi yang berupa rangka-rangka besi itu.
Dengan sistem ini, Prof. Ir. Sedijatmo dapat menyelesaikan seluruh proyek sebelum batas waktu yang ditentukan.
Bahkan, hak paten penemuannya ini telah didaftarkan ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Prancis, Italia, Inggris, Belgia, Belanda, Jerman, Denmark, Brasil, dan lainnya.
Dilansir dari Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, fondasi cakar ayam memiliki beberapa kelebihan, contohnya seperti tidak memerlukan sistem drainase serta daya topang bangunan yang kuat (dapat mencapai 600 ton per kolom). Tak hanya pada bangunan, fondasi ini juga bisa digunakan pada pembangunan jalan.
[Redaktur: Alpredo Gultom]