WAHANANEWS.CO, Jakarta - Persaingan teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China terus berlangsung dengan intens. China berusaha melampaui batasan untuk menghadirkan inovasi yang relevan di berbagai sektor.
Salah satu keberhasilan signifikan China dibandingkan AS adalah pengembangan superapp WeChat oleh Tencent.
Baca Juga:
Qatar Berkomitmen Mau Bangun 1 Juta Rumah di RI, Tapi Kontraktornya Harus China
Menurut laporan CNBC International, sebuah studi menunjukkan bahwa rata-rata warga AS menggunakan 46 aplikasi berbeda setiap bulannya untuk kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, warga China tidak menghadapi kerumitan serupa karena superapp seperti WeChat memungkinkan berbagai aktivitas dilakukan melalui satu aplikasi, mulai dari belanja, bersosialisasi, memesan makanan, hingga konsultasi dokter online.
"Kita semua lelah dengan puluhan aplikasi di ponsel. Daya tarik superapp adalah mengintegrasikan berbagai fungsi dalam satu platform tanpa hambatan," ungkap Arjun Kharpal, reporter teknologi senior di CNBC International, Rabu (22/1/2025).
Baca Juga:
10 Universitas Terbaik di Asia 2024: China Mendominasi, UI Tak Termasuk
WeChat adalah salah satu superapp paling populer di China. Diluncurkan pada 2011 sebagai aplikasi pesan singkat, kini WeChat telah memiliki 1,3 miliar pengguna aktif bulanan.
Meskipun superapp berkembang pesat di Asia, konsep ini belum banyak diterima di pasar Barat, termasuk AS. Ada sejumlah alasan yang menjadi penghambatnya.
"Iklim regulasi di AS saat ini jelas tidak mendukung pengembangan superapp," ujar Dan Prud'homme, asisten profesor di Fakultas Bisnis Universitas Internasional Florida.
Ia menjelaskan bahwa perlindungan yang kuat terhadap privasi data, aturan antimonopoli, dan regulasi lainnya membuat superapp sulit berkembang seperti WeChat.
Namun, AS tampaknya mulai mengejar ketertinggalan. Elon Musk, misalnya, pernah menyatakan ingin menjadikan X (sebelumnya Twitter) sebagai superapp seperti WeChat.
Meski begitu, hingga kini X masih berfungsi sebagai aplikasi mikroblog.
Musk sempat mengumumkan rencana untuk mendukung transaksi kripto pada 2025, namun belum ada perkembangan baru terkait hal tersebut.
Selain itu, Uber juga dikabarkan pada akhir 2024 akan menambah fitur pemesanan hotel dan tiket setelah akuisisi Expedia. Namun, kelanjutan dari rencana ini belum diumumkan hingga sekarang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]