WahanaNews.co | Kementerian Pertahanan Ukraina mulai pekan lalu menggunakan teknologi pengenal wajah kecerdasan buatan Clearview, seperti disampaikan CEO perusahaan teknologi tersebut kepada Reuters, setelah perusahaan start up AS itu menawarkan untuk mengungkap pasukan Rusia, melawan misinformasi, dan mengidentifikasi orang yang tewas dalam perang.
Ukraina mendapat akses gratis ke mesin pencari Clearview AI untuk wajah, memungkinkan pihak berwenang untuk memeriksa orang-orang yang berkepentingan di pos pemeriksaan, di antara kegunaan lainnya, kata Lee Wolosky, seorang penasihat Clearview dan mantan diplomat di era Presiden Barack Obama.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Setelah Rusia menginvasi Ukraina, CEO Clearview, Hoan Ton-That mengirim surat ke Kiev berisi tawaran bantuan, menurut salinan yang dilihat Reuters.
Clearview mengatakan belum menawarkan teknologi itu ke Rusia, yang menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus."
Kementerian Pertahanan Ukraina tidak menjawab permintaan komentar. Sebelumnya, juru bicara Kementerian Transformasi Digital Ukraina mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan tawaran dari perusahaan kecerdasan buatan AS seperti Clearview.
Baca Juga:
Selama di Indonesia Paus Fransiskus Tak Akan Naik Mobil Mewah-Anti Peluru
Banyak perusahaan Barat yang berjanji membantu Ukraina, menyediakan perangkat internet, perangkat keamanan siber, dan dukungan lainnya.
Pendiri Clearview mengatakan, perusahaannya memiliki lebih dari 2 miliar gambar dari layanan media sosial Rusia VKontakte yang tersedia, di luar database yang totalnya mencapai lebih dari 10 miliar gambar.
Database itu bisa membantu Ukraina mengidentifikasi mereka yang tewas dengan mudah daripada melakukan identifikasi melalui sidik jari dan bisa berhasil walaupun ada kerusakan wajah, seperti ditulis Ton-That.
Penelitian untuk Departemen Energi AS menemukan dekomposisi mengurangi efektivitas teknologi tersebut, sementara makalah dari konferensi tahun 2021 menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Ton-That juga mengatakan teknologi Clearview bisa digunakan untuk menyatukan para pengungsi yang terpisah dengan keluarga mereka, mengidentifikasi mata-mata Rusia, dan membantu pemerintah menyanggah unggahan hoaks di media sosial terkait perang.
Ton-That mengatakan tujuan pasti dari penggunaan teknologi tersebut oleh kementerian pertahanan Ukraina tidak jelas. Bagian lain dari pemerintah Ukraina diperkirakan akan mengerahkan Clearview dalam beberapa hari mendatang, seperti disampaikan Ton-That dan Wolosky.
Wolosky mengatakan, gambar-gambar VKontakte membuat data Clearview lebih lengkap daripada PimEyes, mesin pencarian gambar yang tersedia secara publik yang digunakan orang untuk mengidentifikasi seseorang dalam foto-foto perang.
VKontakte belum menanggapi permintaan komentar. Sementara itu Facebook telah meminta Clearview berhenti mengambil datanya.
Sedikitnya satu pengkritik mengatakan pengenal wajah bisa salah mengidentifikasi orang di pos pemeriksaan dan dalam pertempuran. Ketidakcocokan ini bisa menyebabkan kematian warga sipil, seperti salah tangkap yang dilakukan polisi, kata Albert Fox Cahn, Direktur Eksekutif Surveillance Technology Oversight Project di New York.
"Kita akan melihat teknologi yang tujuannya baik ini menyerang balik dan merugikan orang-orang yang seharusnya dibantu," jelasnya, dikutip dari Reuters, Kamis (17/3).
Ton-That mengatakan, Clearview tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya sumber identifikasi dan dia tidak ingin teknologi itu digunakan dengan melanggar Konvensi Jenewa, yang menetapkan standar legal perlakuan terhadap kemanusiaan selama perang.
Ton-That juga mengatakan, seperti pengguna lainnya, mereka yang berada di Ukraina menerima pelatihan dan harus memasukkan jumlah kasus dan alasan untuk pencarian sebelum penyelidikan gambar dilakukan.
Clearview, yang utamanya dijual kepada penegak hukum AS, menghadapi gugatan di AS karena diduga melanggar hak privasi karena mengambil gambar dari situs web. Clearview berpendapat pengumpulan datanya sama dengan pencarian Google. Namum beberapa negara termasuk Inggris dan Australia menyebut praktek ini ilegal.
Cahn menyebut mengidentifikasi orang yang sudah meninggal merupakan cara yang paling tidak berbahaya untuk menggunakan teknologi dalam perang, tetapi dia memperingatkan "setelah Anda memperkenalkan sistem ini dan database terkait ke zona perang, Anda tidak memiliki kendali atas bagaimana itu akan digunakan dan disalahgunakan." [qnt]