WAHANANEWS.CO. Jakarta - Mogok kerja sering menjadi langkah yang diambil pekerja untuk menyuarakan tuntutan terhadap perusahaan, terutama ketika negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan.
Namun, aksi ini juga berisiko menimbulkan konsekuensi hukum, terutama jika dilakukan tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku atau mengandung unsur provokasi.
Baca Juga:
Lebih dari 30 Ribu Pekerja Boeing Mogok Kerja Tuntut Kenaikan Tunjangan
Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah: apakah mengajak atau menghasut orang lain untuk ikut serta dalam mogok kerja dapat dikenakan sanksi pidana? Berikut penjelasannya.
Pengertian Mogok Kerja
Mogok kerja merupakan hak fundamental pekerja yang dilakukan secara kolektif sebagai bentuk protes dengan menghentikan atau memperlambat aktivitas kerja.
Baca Juga:
Dokter Spesialis dan Tenaga Medis Pendukung RSUD Subulussalam Kembali Mogok Kerja
Hak ini dilindungi oleh Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa mogok kerja dapat dilakukan dengan syarat harus berlangsung secara sah, tertib, dan damai akibat gagalnya perundingan antara pekerja dan pengusaha.
Untuk dianggap sah, aksi mogok harus memenuhi ketentuan, seperti pemberitahuan resmi kepada perusahaan dan instansi terkait minimal tujuh hari sebelum pelaksanaan.
Sebaliknya, mogok kerja yang tidak mematuhi regulasi dapat dinyatakan tidak sah. Dalam situasi ini, perusahaan memiliki hak untuk mengambil langkah hukum terhadap pekerja yang terlibat, termasuk pemberian sanksi atau bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bisa Dipidana?
Mengajak atau menghasut orang lain untuk mogok kerja, terutama jika aksi tersebut tidak sah, berpotensi dikenakan sanksi pidana.
Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa siapa pun yang di muka umum, baik secara lisan maupun tulisan, menghasut orang lain untuk melakukan perbuatan melanggar hukum atau tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan dapat diancam dengan pidana penjara hingga enam tahun atau denda.
Dalam konteks mogok kerja, provokasi yang memicu aksi mogok tidak sah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Selain itu, Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 menegaskan bahwa tindakan membujuk rekan kerja untuk melanggar peraturan perusahaan atau perundang-undangan merupakan pelanggaran serius yang dapat menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan PHK.
Jika seorang pekerja terbukti menjadi provokator dalam mogok kerja ilegal, perusahaan dapat mengambil tindakan hukum, termasuk melaporkan yang bersangkutan kepada pihak berwenang.
Sanksi Hukum bagi Aksi Mogok Kerja Tidak Sah
Berdasarkan Pasal 143 dan Pasal 144 UU Ketenagakerjaan, aksi mogok kerja yang sah tidak boleh dihalangi oleh perusahaan maupun pihak lain.
Namun, jika aksi tersebut tidak memenuhi syarat hukum, seperti tidak adanya pemberitahuan resmi atau tidak didasarkan pada gagalnya perundingan, maka mogok kerja dianggap ilegal.
Dalam situasi ini:
Perusahaan berhak melarang aksi mogok yang dilakukan di area produksi guna melindungi aset perusahaan.
Aparat keamanan dapat bertindak terhadap pekerja yang terlibat dalam aksi mogok tidak sah berdasarkan interpretasi hukum yang berlaku.
Selain itu, Pasal 186 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa pihak yang menghalangi hak mogok kerja yang sah dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan minimal satu bulan hingga empat tahun, serta denda antara Rp10 juta hingga Rp400 juta.
Ketentuan ini berlaku bagi semua pihak yang melanggar hak pekerja dalam menjalankan mogok kerja yang sah.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]