WahanaNews.co | Diduga menerima gratifikasi, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto membenarkan bahwa Kombes Anton Setiawan saat ini bertugas di Bareskrim Polri.
Sebelumnya nama Kombes Anton Setiawan disorot karena diduga menerima gratifikasi dan pemerasan proyek pembangunan infrastruktur dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019.
Baca Juga:
Korupsi Proyek Perkeretaapian, Anggota Pokja di Purwokerto Terima Sejumlah Uang
Menurut Agus, Kombes Anton Setiawan memang kini bertugas di Bareskrim Polri. Tepatnya, dia bertugas sebagai Kasubdit di Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
"(Anton Setiawan) Kasubdit di Ditipidter," kata Agus saat dikonfirmasi, Senin (12/9/2022).
Agus menuturkan pihaknya meminta Propam Polri segera mendalami dugaan tersebut.
Baca Juga:
Gubernur Kalsel Tak Lagi Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi, Ini Alasan Hakim
Namun begitu, dia enggan menanggapi soal tudingan Bareskrim melindungi Kombes Anton Setiawan.
"Masih didalami Propam," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kabareskrim Komjen Agus Adrianto transparan dan membuka kepada publik kasus Kombes Anton Setiawan yang terlibat dalam penerimaan aliran dana dari terdakwa AKBP Dalizon.
Kombes Anton Setiawan disebut terlibat dalam penerimaan kasus gratifikasi dan pemerasan proyek pembangunan infrastruktur dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019.
"Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp 10 Miliar untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin itu, mengalir ke Kombes Anton Setiawan sebesar Rp 4,750 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Senin (12/9/2022).
Dalam dakwaan JPU, dari Rp 10 miliar itu, Rp 4,750 miliar diberikan AKBP Dalizon ke Kombes Anton Setiawan secara bertahap.
Lalu, Rp 5,250 miliar digunakan AKBP Dalizon untuk tambahan membeli rumah senilai Rp 1,5 miliar.
Selain itu, tukar tambah mobil Rp 300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp 1,4 miliar.
"Bahkan, dalam persidangan Rabu 7 September 2022, AKBP Dalizon mengaku setiap bulan menyetor Rp 500 juta per bulan ke Kombes Anton Seriawan. Pengakuan Dalizon ini menjadi viral di media sosial," jelasnya.
Ia menuturkan bahwa dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir.
Pasalnya, JPU tidak pernah memaksa Kombes Anton untuk menjadi saksi di persidangan.
Namun, dengan terkuaknya aliran dana ini, pihaknya menilai bahwa AKBP Dalizon hanya dijadikan korban oleh institusi Polri.
"Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon," ungkapnya.
"Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka," sambungnya.
Padahal, kata Sugeng, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntun umum, aliran dana gratifikasi diduga juga mengalir ke Kombes Anton Setiawan.
"Benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja. Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri," bebernya.
Anehnya, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.
Padahal, kalau masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim Polri langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan.
Termasuk, memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya. Ia mempertanyakan alasan UU TPPU itu tidak diterapkan bagi anggota Polri.
"IPW mendesak kepada Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk bersih-bersih. Diawali dengan menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sampai menyentuh ke atasan dan bawahan AKBP Dalizon," jelasnya.
Menurutnya, pimpinan Polri tidak boleh melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini untuk mewujudkan institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. [qnt]