WAHANANEWS.CO, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa sepanjang 2010 hingga 2023 terdapat 62 kasus korupsi pada sektor kesehatan dengan nilai kerugian negara mencapai Rp821 miliar, sebuah potret buram yang memantik kembali urgensi pengawasan ketat terhadap layanan publik paling mendasar di Indonesia pada Kamis (4/12/2025).
“Polanya tidak tunggal, korupsi bisa terjadi pada pengadaan alat kesehatan, distribusi obat, manipulasi klaim layanan, hingga gratifikasi pelayanan,” ujar Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta pada Kamis (4/12/2025).
Baca Juga:
Usai Diperiksa KPK, Ridwan Kamil Tegaskan Aliran Dana ke Lisa Mariana Bukan dari Korupsi
Ibnu menjelaskan bahwa selain KPK, aparat penegak hukum lainnya juga menangani sekitar 220 kasus serupa dengan potensi kerugian negara mencapai Rp3,6 triliun pada periode yang sama, sebuah gambaran betapa masif dan sistemiknya kejahatan rasuah di sektor kesehatan.
Ia mencontohkan sejumlah kasus mulai dari penyimpangan pengadaan alat kesehatan COVID-19, penggelembungan harga obat, manipulasi klaim BPJS, hingga korupsi proyek pembangunan rumah sakit dan puskesmas yang menunjukkan berlapis-lapisnya titik rawan.
Menurutnya, data tersebut memperlihatkan kerentanan tinggi di sektor kesehatan dan luasnya dampak yang dihasilkan ketika praktik korupsi menyelinap dalam pelayanan publik yang semestinya menjadi penopang hak hidup sehat warga negara.
Baca Juga:
Usai Diperiksa KPK, Ridwan Kamil Mengaku Lelah Tapi Bahagia
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa korupsi sektor kesehatan merupakan kejahatan serius yang merusak fondasi pelayanan publik karena menggerus sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk melindungi masyarakat, sehingga mengancam hak dasar warga untuk memperoleh layanan kesehatan yang layak.
Ia juga menilai bahwa tingginya belanja publik, kompleksitas teknis, dan banyaknya titik rawan mulai dari perizinan fasilitas kesehatan hingga pengelolaan program kesehatan daerah menjadi faktor yang membuat sektor ini begitu mudah dieksploitasi untuk praktik rasuah.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]