WahanaNews.co, Jakarta - Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Darat, mengungkapkan keraguan terkait aparat yang diduga mendukung kegiatan tambang ilegal, seperti yang disinyalir oleh calon wakil presiden Mahfud MD.
Menurut Maruli, istilah "aparat" dapat memiliki berbagai interpretasi dan merujuk kepada berbagai hal.
Baca Juga:
ISF 2024 Dihadiri Para Pemimpin Dunia, PLN Jaga Pasokan Listriknya
“Aparat bisa juga aparatur sipil, ya, belum lengkap itu,” kata Maruli saat konferensi pers di Mabesad, Jakarta Pusat, Senin, 22 Januari 2024.
Maruli menilai pernyataan Mahfud tentang aparat masih kurang jelas.
"Jadi, saya mengatakan begitu, aparat itu merujuk pada yang mana?" tanyanya.
Baca Juga:
Kriyanusa 2024 di JCC, Ada Mitra Binaan PLN dan UMKM dari Berbagai Daerah
Menurut Maruli, TNI Angkatan Darat telah menerapkan prinsip-prinsip hukum kepada setiap anggota prajuritnya.
Ia meyakini bahwa pihaknya tidak akan melakukan tindakan yang melanggar hukum, termasuk mendukung pertambangan ilegal.
"Jadi, kami sulit untuk berbuat sesuatu seperti itu pada zaman sekarang ini, jujur saja. Jika kami melakukan hal seperti itu, dan itu terjadi di video, kami khawatir. Jadi, kami tidak seberani itu lagi. Kami telah memulai. Terkadang, kepatuhan terhadap hukum akan terjadi setelah adanya pemaksaan," ungkapnya.
“Kalau kita bermain-main dengan tambang begitu menjaga-menjaga, difoto, saya yakin responsnya cepat ini,” ujar Maruli.
Di samping itu, Maruli menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki pengetahuan mendalam mengenai kewenangan legalitas pertambangan.
Meskipun begitu, ia mengundang semua pihak untuk melaporkan jika ada indikasi prajurit yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Maruli menegaskan bahwa prajurit yang terbukti mendukung tambang ilegal akan dikenakan sanksi, sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus sebelumnya.
Pada debat keempat yang diadakan oleh KPU RI di Jakarta Convention Center (JCC) pada Minggu (21/1/2024), Mahfud MD mengungkapkan bahwa mencabut izin usaha pertambangan (IUP) tidaklah mudah karena banyak pihak yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut.
“Mencabut IUP itu banyak mafianya, banyak mafianya. Saya sudah mengirim tim ke lapangan, ditolak, sudah putusan Mahkamah Agung. Itu begitu. Bahkan KPK seminggu lalu mengatakan untuk pertambangan di Indonesia itu banyak sekali yang ilegal dan itu di-backing oleh aparat-aparat dan pejabat. Itu masalahnya,” ungkap Mahfud.
[Redaksi: Elsya Tri Ahaddini]