WahanaNews.co, Surabaya – Prof Biyanto menyebut mayoritas warga Muhammadiyah condong mendukung Capres-Cawapres 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sekretaris Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Timur itu mengatakan, hal ini dibuktikan dengan banyaknya tokoh muda Muhammadiyah yang mendukung paslon 02. Mulai dari Daniel Simanjuntak, Anthony, Najih, dan Zulfikar yang berada di barisan pendukung paslon 02.
Baca Juga:
Prabowo Apresiasi Peranan Muhammadiyah Bangun Bangsa
"Masih banyak lagi tokoh Muhammadiyah yang menempati di barisan Paslon 02," kata Prof Bianto usai mengisi Podcast Wes Wayahe di Rumah Asprasi TKD Prabowo-Gibran Jatim, Surabaya, Jumat (2/2/2024).
Menurut Prof Biyanto, dukungan dari mayoritas warga Muhammdiyah karena ada sinkronisasi program dari paslon 02 dengan fokus Muhammadiyah di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial.
"Hal itu juga bisa dibuktikan dengan hasil survei Poltracking yang menyebut bahwa warga Muhammadiyah yang ada di barisan Paslon Prabowo-Gibran mencapai 42 persen," tegasnya.
Baca Juga:
Prabowo Buka Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang
Prof Biyanto menyebut karakter pemilih Muhammadiyah yakni otonom, mandiri, dan tidak tergantung elite, membuat Muhammadiyah terjaga menjadi circle society.
"Di Muhammadiyah, memilih pemimpin itu memakai kriteria dan cukup memakai isyarat. Cenderung logika dan kecerdasan akal," ujarnya.
"Karakter dasar suara Muhammadiyah sulit dimobilisasi. Tidak ada gus, tapi yang ada hanya gaes. Semua pribadi memiliki otoritas. Jika ingin dukungan maksimal, harus benar-benar beririsan dengan program Muhammadiyah. Siapa yang bisa meyakinkan itu, akan punya keuntungan elektoral. Soal satu putaran atau dua putaran terserah masyarakat. Plus minusnya ada. Berpulang kepada masing-masing," sambungnya.
Podcast ini juga dihadiri Wakil Sekretaris PCNU Surabaya Gus Miftah. Ia mengatakan, tradisi warga Nahdliyin adalah nderek kiai. Jika mayoritas kiai mendukung ke paslon 02, maka otomatis warga NU akan mengikuti.
"Tradisi NU itu tawadu kepada kiai panutannya. Namun secara organisasi, struktural pengurus NU tidak boleh terlibat di politik praktis. Uniknya di NU, para tokoh itu seolah terpaksa terlibat secara pribadi dalam dukungan, karena pasti tokoh NU itu dituakan atau jadi panutan di wilayah masing-masing," ujar Gus Miftah.
"Otomatis terlibat di model pemilu langsung ini yang one man one vote. Itulah sebabnya warga NU pasti masih tanya ke tokoh tadi, harus ke mana, setelah itu mereka mengikuti panutannya tadi," imbuhnya.
Hanya saja, lanjut Gus Miftah, di NU secara organisasi melarang pengurus terlibat di politik praktik, kecuali secara pribadi diperbolehkan.
"Seperti Gus Ipul, yang karena menjabat Sekjen PBNU hanya diizinkan secara pribadi, lalu diikuti massa pendukungnya. Termasuk Khofifah, yang masuk TKN sehingga PBNU menonaktifkannya," tandasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]