WahanaNews.co | Kelompok relawan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo (Jokowi)-Prabowo Subianto, Jokpro 2024, minta MPR untuk mengamandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan mengubah ketentuan terkait masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode.
Dorongan ini dilakukan agar keinginan mencalonkan kembali Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres di Pilpres 2024 bisa terwujud.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Sekretaris Jenderal Jokpro 2024, Timothy Ivan Triyono menyatakan keputusan pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan DPR RI menetapkan Pemilu 2024 digelar pada 14 Februari memantapkan langkah pihaknya dari mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi selama tiga tahun jadi mendorong amandemen UUD 1945.
"Ketika spekulasi pemilu mundur di 2027 atau masa jabatan ditambah tiga tahun, ini justru akan semakin menguatkan gerakan Jokpro 2024," kata Timothy dalam diskusi yang digelar pihaknya secara daring, Rabu (9/2).
Ia menyatakan menduetkan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto sebagai cawapres di Pilpres 2024 akan menjawab tesis polarisasi ekstrem pada Pilpres 2024 yang polanya semakin mengeras akibat Pilpres 2014, Pilgub DKI Jakarta 2017, serta Pilpres 2019.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Menurutnya, potensi from voting to violence dapat dicegah jika amandemen UUD 1945 mengenai periodisasi jabatan maksimal presiden diubah.
Pasalnya, Timothy memandang Jokowi-Prabowo akan menjadi paslon tunggal di Pilpres 2024 dan pemerintah bisa fokus melakukan pemulihan ekonomi dan pembangunan bangsa yang terdampak pandemi Covid-19 selama beberapa tahun terakhir.
Ia berkata kemungkinan amendemen UUD 1945, lalu mengubah masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode masih terbuka karena delapan fraksi MPR periode 2014-2019 mendukung amendemen UUD 1945.
"Jangan lupa, MPR periode 2014-2019 yang dipimpin oleh Zulkifli Hasan memberikan mandat kepada MPR periode 2019-2024 untuk melakukan amandemen UUD RI 1945. Meskipun tidak spesifik terkait periodisasi jabatan presiden, tetapi ini dapat menjadi pintu masuk bagi ide atau gagasan Jokpro 2024," ujar Timothy.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menyatakan perubahan masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode sudah tidak mungkin lagi dilakukan saat ini.
Pasalnya, menurutnya, pemerintah, penyelenggara, dan Komisi II DPR telah menyepakati pemungutan suara Pemilu 2024 yakni 14 Februari.
"Ingin saya tegaskan di sini bahwa amendemen untuk periodesasi, memperpanjang masa jabatan presiden jadi tiga periode, menurut saya, sebenarnya sudah clear bahwa tidak mungkin dilakukan, karena kemarin sudah dipertegas rapat Komisi II [DPR] bahwa pemilu akan dilakukan 14 Februari 2024," kata Syarief.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menambahkan, isu yang berkembang seputar amendemen UUD 1945 di MPR saat ini hanya terkait upaya menghadirkan kembali Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) atau yang dahulu dikenal dengan istilah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Namun, menurutnya, langkah menghadirkan PPHN tersebut masih dalam proses kajian yang mendalam hingga saat ini.
"Yang berkembang isu sekarang di MPR hanya satu, yaitu menyangkut GBHN yang disebut sekarang PPHN. Hanya satu isu ini yang mengkrtistal di MPR," tutur Syarief.
Sebagai informasi, amendemen UUD 1945 merupakan wacana yang kembali digaungkan Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet dan mendapatkan respons positif dari Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2021 lalu.
Namun, wacana itu mendapatkan sorotan tajam publik karena diduga akan mengubah masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode.
"Akan ada potensi bola salju kepentingan di mana bola salju itu menggelinding dan membesar dan itu bisa masuk ke kepentingan kepentingan politik jangka pendek yang tidak baik bagi ketatanegaraan bagi kita. Seperti isu periode ketiga, pemilihan presiden melalui MPR," ucap pakar hukum tata negara Fery Amsari. [qnt]