WahanaNews.co | Anggota Komisi II DPR dari PDIP Rifqinizamy Karsayuda meyakini 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak gugatan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).
Sebab, jika uji materi UU IKN diterima merupakan sebuah keputusan yang blunder.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
“Kita yakin akan ditolak oleh MK permohonan itu. Karena akan melahirkan blunder jika diterima dan dipertimbangkan. Saya yakin sembilan hakim MK itu negarawan dan negarawan itu berpikir jangka panjang. Pemindahan IKN itu bagian dari cara DPR dan Presiden berpikir untuk Indonesia masa yang akan datang,” kata Rifqi seperti dikutip dari laman dpr.go.id, Jumat (4/3/2022).
Di sisi lain, ia turut menampik adanya penilaian penyusunan UU IKN yang tidak terbuka. Karena, selama pembahasan, Pansus RUU IKN saat itu telah mengundang berbagai macam kelompok masyarakat ke DPR.
“DPR RI juga sudah mengunjungi perwakilan berbagai macam elemen publik, dalam rangka pembentukan itu termasuk mengunjungi berbagai kampus yang ada di Indonesia ini,” ujarnya.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
Politikus PDIP itu menyebut, DPR tak mungkin melibatkan seluruh masyarakat untuk membahas UU IKN.
Sebab, kalau harus seperti itu, dapat disebut dengan proses pembentukan UU secara referendum.
Namun, proses penyusunan UU seperti itu tidak dikenal dalam tata aturan baku yang diatur dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Meskipun demikian, kita memahami ketidakpuasan itu, karena semua produk hukum apalagi UU pastilah tidak memuaskan semua pihak. Kendati demikian kami meyakini konstitusionalitas UU IKN ini,” kata Rifqi.
Selain itu, ia turut menanggapi argumentasi dari pemohon gugatan uji materi ke MK yang menyebut banyak muatan tentang pemindahan IKN ini lebih banyak didelegasikan ke peraturan pelaksana yang seharusnya ada di dalam UU IKN.
Menurut dia, argumentasi itu tidak dapat diterima. Karena, basis adalah pengujian norma terkait dengan konstitusionalitas norma.
Kalau prediksi terhadap norma yang belum lahir itu, tidak menjadi kewenangan MK untuk membatalkan suatu produk perundangan.
“Lalu, bahwa UU itu didelegasikan melalui peraturan pemerintah, keputusan presiden, atau peraturan presiden sebagaimana di UU IKN itu sesuatu yang diperbolehkan dalam tata peraturan perundang-perundangan kita,” katanya. [qnt]