WahanaNews.co | Pangdam Jaya, Mayjen
TNI Dudung Abdurachman, mengakui memberi perintah kepada anggotanya untuk
mencopot spanduk dan baliho Rizieq Shihab.
Aktivis dan pengamat politik, Rocky Gerung, menilai, perintah tersebut berlebihan dibandingkan konteks yang
dihadapi.
Baca Juga:
Analis: Bebasnya Rizieq Bisa Jadi Bara Politik 2024
"Menurut saya, itu suatu inisiatif yang berlebihan dari Pangdam," ujar dia, dalam video wawancara dengan Hersuberno Arief di akun
youtube Rocky Gerung Official, Sabtu
(21/11/2020).
Rocky berpendapat, Pangdam
mungkin merasa terganggu atas berbagai peristiwa yang terjadi sejak Rizieq kembali ke Tanah Air.
Akan tetapi, dia mengingatkan bahwa
peristiwa tersebut adalah peristiwa politik. Sementara TNI telah menarik diri dari gelanggang politik begitu
reformasi bergulir pada 1998.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas Bersyarat, Apa Artinya?
"Sejak reformasi tahun 1998, TNI mengucapkan tunduk pada civilian values, pada pemerintahan sipil, sehingga tidak boleh
masuk di dalam wilayah yang sifatnya politis," ujar mantan dosen pengajar di Fakultas Filsasat Universitas Indonesia ini.
Inisiatif berlebihan Pangdam inilah, lanjut Rocky, yang membuat masyarakat
sipil, terutama para aktivis, merasa
perlu untuk mengingatkan lagi TNI soal posisinya.
"Kalau ada kejadian politik dan TNI
masuk di dalamnya, maka sebenarnya kita mundur 20 tahun itu," kata dia.
Karena itu, Rocky berpendapat bahwa apa
pun alasannya, TNI bisa membantu kalau aparat yang berwenang tidak mampu.
"TNI bisa diperbantukan untuk menurunkan
baliho-baliho itu kalau Satpol-nya memang nggak bisa manjat, nggak punya cara
untuk menurunkan," ujar Rocky.
Menurutnya, amat
disayangkan kalau tugas itu harus dilakukan TNI.
"Tetapi kalau berseragam militer
memanjat baliho, itu kurang mulia sebetulnya tuh. Karena nanti orang menilai
tugas TNI adalah menurunkan baliho, apakah semua baliho harus diturunkan dengan
cara yang sama?" katanya.
Sekali lagi, Rocky mengaku bisa memahami
psikologi Pangdam Jaya untuk memperlihatkan ketegasan dalam urusan yang
menyangkut kedulatan, kebangsaan, dan
sebagainya.
"Dari segi itu, orang setuju saja. Tetapi, momentum seperti ini bukanlah waktu yang tepat untuk
gelar pasukan. Jadi,
komunikasi publiknya kurang tepat dilakukan oleh TNI," ujar Rocky. [qnt]