WAHANANEWS.CO, Surabaya - Kisah dua perempuan bersaudara asal Surabaya, Fitriya dan Sri Rahayu, mendadak viral setelah video yang memperlihatkan mereka menitipkan sang ibu, Nasikah (74), ke Griya Lansia Husnul Khatimah Malang diunggah ke media sosial.
Tayangan tersebut dipublikasikan oleh Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra, pada Jumat (27/6/2025). Narasi yang menyertai unggahan itu sontak menyulut amarah publik.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Kematian Ibu-Anak dalam Toren, Pelaku Bujuk Korban dengan Ritual Penggandaan Uang
“Dua anak kandung buang ibunya ke Griya Lansia. Jangan nangis dengan berita ini… dalam draft yang ditandatangani, jika beliau ini tutup usia, maka dua anaknya nggak perlu dikabari,” tulis Arief dalam unggahannya.
Sontak saja, netizen membanjiri kolom komentar dengan kecaman.
Banyak yang menuduh kedua anak itu tega membuang ibu kandung mereka demi kenyamanan hidup sendiri.
Baca Juga:
Modus Penggandaan Uang, Motif Pelaku Bunuh Ibu-Anak di Tambora Jakbar
Namun tuduhan itu dibantah keras oleh Fitriya. Ia menjelaskan bahwa keputusan menitipkan ibunya di Griya Lansia bukan didasari rasa tak peduli, melainkan karena keterbatasan ekonomi, kondisi tempat tinggal, dan alasan keselamatan sang ibu sendiri.
Kehidupan Sulit dan Ruang Hidup yang Sempit
Fitriya mengungkapkan bahwa rumah keluarga besar mereka di kawasan Babatan, Surabaya, telah lama dijual karena salah satu saudaranya terlilit utang.
Sejak saat itu, Nasikah harus pindah-pindah tempat tinggal dan akhirnya mengontrak rumah kos sederhana.
Ketika kondisi fisiknya menurun dan tak bisa lagi berjalan, Nasikah dipindahkan ke rumah Fitriya di kawasan Mulyorejo.
Namun masalah tak berhenti di sana. Rumah berukuran hanya 4x4 meter itu dihuni oleh lima kepala keluarga selama dua tahun.
“Lah di sana ibuku suka ngesot ke luar rumah sampai mau keluar jalan raya. Digendong balik lagi ke rumah, gitu terus,” kisah Fitriya lirih.
Sri Rahayu, anak pertama Nasikah, juga mengalami kondisi serupa. Ia tinggal bersama mertuanya dan tidak memiliki ruang yang cukup untuk merawat ibunya.
Sementara itu, anak ketiga Nasikah telah meninggal dunia. Dengan semua keterbatasan itu, Fitriya dan adiknya sepakat mencari tempat yang layak bagi ibunya.
Upaya Menitipkan ke Lembaga Sosial Gagal
Pada 2024, Fitriya sempat mencoba menitipkan ibunya ke rumah sosial milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Namun, usulan itu ditolak karena kebijakan peraturan wali kota (Perwali) Surabaya menyatakan bahwa lansia yang masih memiliki anak kandung tidak bisa ditampung di rumah sosial.
“Kan ada anak, meskipun tidak punya rumah, tetap enggak bisa diterima,” jelasnya.
Akhirnya, atas saran seorang teman, ia mengetahui adanya Griya Lansia Husnul Khatimah yang bersedia menerima lansia tanpa pungutan biaya.
Ia pun menghubungi Arief Camra dan Nasikah diterima dengan baik.
Namun yang mengejutkan, niat baik itu justru berubah menjadi viral dengan narasi menyakitkan: "anak membuang ibu."
Fitriya merasa dikhianati karena narasi yang dibangun seakan menggambarkan dirinya sebagai anak durhaka.
Klarifikasi dan Bukti Obrolan Chat dengan Arief
Fitriya membantah keras bahwa ia dan saudaranya tidak ingin dikabari jika sang ibu meninggal dunia.
Ia menyebut dalam surat perjanjian yang dibuat, tidak ada kalimat eksplisit yang menyatakan keluarga tidak boleh diberi kabar.
Justru, ia menunjukkan bukti percakapan WhatsApp dengan Arief Camra yang berbunyi, “Secara perjanjian memang kejam, tapi insyaAllah kalau ada apa-apa pasti saya kabari.”
“Saya niatan cuma minta bantuan untuk menitipkan ibu. Tapi kok ternyata itu diviralkan dengan caption membuang,” ujar Fitriya kecewa.
Menurutnya, narasi itu sengaja dibangun untuk menyentil publik dan menghindari lonjakan calon penitipan lain ke panti tersebut.
“Supaya keluarga lain tidak ada yang berniatan untuk nitip ke sana. Aslinya bisa dijenguk dan dikabari,” tegasnya.
Kembali Dijemput Setelah Viral
Setelah video viral itu menyebar dan berbagai pemberitaan bermunculan, pihak keluarga memutuskan untuk menjemput kembali Nasikah dari Griya Lansia.
Kini, sang ibu kembali tinggal di kos lamanya di kawasan Babatan, Surabaya. Perawatannya dilakukan secara bergilir oleh keluarga besar karena mereka tetap harus bekerja dan mengurus keluarga masing-masing.
Fitriya mengaku kecewa karena niat baiknya justru dihakimi.
Ia berharap publik memahami bahwa tidak semua orang punya pilihan mudah dalam merawat orang tua di tengah tekanan ekonomi dan keterbatasan ruang hidup.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]