Menariknya, harapan muncul dari arah tak terduga: aplikasi kencan. Di negara-negara Barat, platform seperti Tinder, Bumble, dan Hinge mulai mengubah pendekatan mereka.
Tak lagi sekadar mencari pasangan romantis, mereka kini memfasilitasi pertemuan sosial offline bagi anak muda.
Baca Juga:
Bank Mandiri Raih Tiga Penghargaan Kelas Dunia
Contohnya, Hinge baru saja meluncurkan program One More Hour dengan dana $1 juta untuk mendukung acara komunitas di kota-kota besar seperti New York, London, dan Los Angeles.
Kegiatan yang diusung pun beragam kelas memasak, eksplorasi alam, yoga di taman, diskusi buku, hingga pelatihan kreativitas semuanya dirancang untuk mendorong interaksi nyata tanpa tekanan harus “berjodoh”.
Tren ini sebenarnya sangat potensial untuk diadopsi di Indonesia. Budaya nongkrong sudah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda, dengan menjamurnya kafe tematik, ruang kerja bersama, dan taman kota yang terus direvitalisasi.
Baca Juga:
Pengedar Sabu Asal Tapteng Ditangkap Tim Opsnal Sat Resnarkoba Polres Sibolga
Platform lokal seperti Setipe, Taaruf ID, atau bahkan media sosial seperti TikTok dan Instagram bisa menjadi fasilitator acara offline bertema, mulai dari jalan santai di CFD, yoga sore di taman, sampai diskusi buku di kafe.
Asalkan didukung wadah yang aman, inklusif, dan terorganisir dengan baik, interaksi yang lebih bermakna pun bisa tercipta.
Namun, kesuksesan acara semacam ini bergantung pada perencanaan yang matang. Aspek keamanan, sistem registrasi yang jelas, dan kehadiran moderator acara menjadi sangat penting, mengingat stigma terhadap aplikasi kencan masih cukup kuat di masyarakat.