Momen mudik sudah menjadi kebutuhan diri dan tidak dapat digantikan maupun dikalkulasikan secara ekonomi. Inilah yang membuat orang rela melakukan mudik meski tahu biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.
"Proses untuk kembali dari tempat bekerja itu sebagian dari romantisme mereka, jadi segala sesuatu itu tidak bisa dinilai dengan kalkulasi rasional secara ekonomi," ujar Prof Musta'in dalam laman resmi UNAIR, Selasa (3/5/2022).
Baca Juga:
Pj Wali Kota Bandung Pastikan MPP Beroperasi Maksimal Pasca Libur Idulfitri
2. Bagi-Bagi THR
Bagi-bagi THR sudah menjadi tradisi yang sangat ditunggu-tunggu oleh pekerja menjelang Hari Raya Idulfitri. Istilah ini bahkan dipakai juga untuk memberikan uang kepada keponakan atau saudara yang masih kecil saat momen lebaran.
Menurut Musta'in, bagi-bagi THR dan menunaikan zakat keduanya memiliki makna yang sama jika dilihat dari kacamata sosiologi, yakni sebagai bentuk semangat manusia untuk kembali ke fitrah.
Baca Juga:
Kalapas Sibolga Pimpin Apel Usai Libur Hari Raya Idul Fitri 1445 H
Fitrahnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh sebab itu, manusia membentuk komunalitas untuk saling berinteraksi dan berbagi dalam memenuhi hajatnya.
Pada masyarakat pedesaan, kebersamaan dan solidaritas terjaga dengan baik karena didukung oleh budaya tradisional dan struktur mata pencaharian masyarakat yang berada dekat dengan lingkungan rumah. Mereka dulu belum mengenal istilah THR.
Namun, karena sifat moral dan fitrah manusia, pembagian keuntungan usaha antar individu berdasarkan hierarki pekerjaan sudah terbentuk. Hal itu dinamakan patron-klien.