WahanaNews.co | Peneliti Amerika Serikat memperingatkan bahwa badai matahari dalam skala besar dapat mempengaruhi jaringan internet di Bumi.
Badai tersebut bisa menyebabkan "kiamat internet", di mana jaringan internet mati hingga berbulan-bulan.
Baca Juga:
IPDN-Kemendagri Serahkan 58 Sertifikat Lulusan Program Studi Pendidikan Profesi Kepamongprajaan Angkatan XI dan XII
Hal ini terungkap dalam hasil penelitian bertajuk Solar Superstorms: Planning for an Internet Apocalypse yang disusun oleh Sangeetha Abdu Jyothi, asisten profesor di University of California, Irvine.
Dalam penelitian tersebut, Jyothi mengungkapkan bahwa infrastruktur yang ada masih belum siap menghadapi badai matahari dalam skala yang besar.
Jyothi menjelaskan, matahari selalu mengirimkan partikel bermuatan magnet ke Bumi, atau yang dikenal sebagai solar wind, dalam jumlah dan kecepatan tertentu.
Baca Juga:
Badai Matahari yang Akan Terjadi Bisa Mengganggu Internet dan Listrik
Solar wind mengalir keluar dari lapisan matahari yang bernama korona.
Partikel ini terus dilepaskan dalam jumlah besar, mengikuti semburan matahari dan letusan lainnya.
Solar wind adalah partikel bermuatan plasma terdiri dari campuran proton dan elektron (partikel magnet), ditambah beberapa elemen yang lebih berat.
Partikel magnet yang dikirim dalam jumlah dan kecepatan yang wajar, dapat ditepis oleh lapisan terluar Bumi.
Namun, dalam kurun waktu tertentu, solar wind bisa menjadi badai matahari yang besar.
Hal inilah yang kemudian akan menyebabkan adanya gangguan geomanetik di Bumi dan dapat berimbas pada infrastruktur jaringan internet.
Dari berbagai infrastruktur jaringan internet yang ada, kabel bawah laut menjadi infrastruktur yang paling terdampak bila badai matahari ekstrem ini terjadi.
Kabel Bawah Laut Rentan Terdampak
Abdu Jyothi memprediksi badai matahari ekstrem juga bisa menyebabkan "kiamat internet", khususnya berdampak pada internet yang menggunakan infrastruktur kabel bawah laut yang menghubungkan antar-negara bahkan antarbenua.
Sebab, infrastruktur kabel internet bawah laut ini dilengkapi dengan repeater, dengan jarak sekitar 30 hingga 90 mil (50 hingga 150 kilometer).
Repeater inilah yang rentan terhadap arus geomagnetik, yang kemungkinan terjadi selama badai matahari ekstrem.
Menurut penelitian Jyothi, bila ada satu repeater pada kabel bawah laut yang terganggu, maka ini akan memengaruhi lalu lintas koneksi internet.
Namun, menurut Jyothi, koneksi internet lokal dan regional sendiri cenderung berisiko rendah terganggu.
Karena biasanya koneksi internetnya ditransmisikan melalui kabel serat optik yang tidak terpengaruh oleh arus yang diinduksi secara geomagnetik.
Negara yang Rentan Terdampak Gangguan Geomagnetik
Bila badai matahari ekstrem selanjutnya benar-benar menciptakan "kiamat internet", maka koneksi internet di seluruh benua bisa saling terputus satu dengan yang lainnya.
Menurut penelitian, negara-negara yang berada garis lintang tinggi, lebih rentan terhadap cuaca matahari daripada negara-negara di garis lintang yang lebih rendah.
Negara dengan garis lintang tinggi maksudnya adalah negara yang letak astronomisnya berada pada 66,5° - 90° LS/LU dekat dengan wilayah kutub, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Jika terjadi badai geomagnetik yang dahsyat, negara-negara dengan garis lintang tinggi itulah yang kemungkinan besar akan terdampak dan terputus dari jaringan internet terlebih dahulu.
Ketika kabel internet bawah laut terdampak gangguan geomagnetik dari badai matahari ekstrem, sulit diprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaikinya.
Oleh karena itu, Abdu Jyothi mengindikasikan pemadaman internet skala besar yang berlangsung beberapa minggu atau bulan terakhir mungkin terjadi.
Inilah yang disebut kiamat internet.
Abdu Jyothi juga mengindikasikan, kiamat internet ini juga akan langsung berdampak pada sektor ekonomi.
Sebab, jutaan orang bisa kehilangan mata pencaharian selama koneksi internet terputus.
"Dampak ekonomi dari gangguan Internet selama sehari di AS diperkirakan lebih dari 7 miliar dollar AS (kira-kira Rp 99.720 triliun)," tulis Abdu Jyothi dalam penelitiannya.
"Bagaimana jika jaringan tetap tidak berfungsi selama berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan?" tambah dia, sebagaimana dihimpun dari LiveScience, Rabu (8/9/2021).
Oleh karena itu, Abdu Jyothi menyarankan agar operator jaringan untuk mulai menganggap serius ancaman cuaca matahari yang ekstrem.
Ia juga menyarankan agar manusia mulai mengembangkan tes ketahanan infrastruktur internet yang berfokus pada efek kegagalan jaringan skala besar.
Catatan Sejarah
Menurut penelitian Abdu Jyothi, para ilmuwan memperkirakan kemungkinan cuaca luar angkasa ekstrem yang berdampak langsung ke Bumi antara 1,6 persen hingga 12 persen per dekade.
Menurut catatan sejarah, ada dua bencana badai matahari ekstrem yang terjadi, yakni pada 1859 dan 1921.
Badai matahari tahun 1859 atau yang disebut juga sebagai Peristiwa Carrington, menciptakan gangguan geomagnetik yang begitu parah di Bumi.
Akibatnya, kabel telegraf terbakar.
Lalu, aurora yang biasa hanya terlihat di kutub, bahkan juga menjadi terlihat di negara dekat khatulistiwa, Kolombia.
Badai matahari yang lebih kecil pada 1989 juga pernah membuat seluruh provinsi Quebec di Kanada padam selama sembilan jam.
Penelitian Abdu Jyothi selengkapnya bisa dibaca melalui tautan https://www.ics.uci.edu/~sabdujyo/papers/sigcomm21-cme.pdf ini. [dhn]