Oleh
IGNATIUS UNTUNG S
Baca Juga:
Wamen P2MI Minta Masyarakat Waspadai Modus Penipuan Loker Lewat Medsos
TEKNOLOGImemberikan kita akses yang begitu kaya dalam
menyebarkan informasi.
Kini setiap orang bukan hanya konsumen, tapi
juga produsen alias content creator.
Baca Juga:
Viral, Pengantin Lampung Tutup Usia Setelah Prosesi Sungkeman
Tak mengherankan jika kemudian penjualan
peralatan video dengan perlengkapan seperti microphone dan lighting
pun melonjak.
Begitu pula dengan produsen ponsel yang
berlomba menciptakan produk yang semakin mumpuni dalam membantu penggunanya
membuat video dan foto.
Mendadak setiap orang menjadi vlogger.
Dorongan untuk semakin eksis ini pun disambut
positif oleh para raksasa media digital.
Perusahaan-perusahaan social media
menyediakan fitur story yang memungkinkan penggunanya untuk menjadi
"aktor" tayangan reality show mereka masing-masing.
Dan kita pun dibuat tidak heran ketika sedang
makan di restoran dan menemui orang di samping kita berbicara kepada ponselnya
sambil sesekali mengarahkan kamera ponselnya ke makanan yang sudah tersaji
cantik.
Membanjirnya konten ini pun menimbulkan tsunami
informasi.
Dampaknya setiap orang pun berebut perhatian,
karena perhatian pun semakin mahal seiring membludaknya informasi tersebut.
Postingan social media bukan sekadar
ekspresi hati tapi juga upaya untuk meninggalkan impresi yang baik di
lingkungan kita.
Kini media bukan lagi jadi monopoli aktor,
aktris dan selebritis.
TKI asal Brebes yang bekerja di Korea,
pengacara kondang nan flamboyan, pilot muda yang ganteng, hingga dokter pun
tidak mau kalah berebut "perhatian" dengan berbagai cara.
Tidak sedikit yang berakhir dengan penyesalan
akibat keblinger atas dorongan untuk menjadi terkenal.
Seorang dokter tidak segan-segan untuk membuat
video yang terkesan melecehkan wanita, dan banyak video prank yang mulai
lewat batas kesopanan dan keadaban kita.
Ini semua terjadi karena jadi pusat perhatian
terlihat sebegitu menariknya.
Perhatian memang begitu berharganya karena
hanya dari perhatian pintu menuju memori dipertahankan.
Tidak ada ingatan dan memori yang terbentuk
tanpa melalui perhatian, sadar maupun bawah sadar.
Maka dari itu pula kita mencari perhatian pada
lawan jenis yang menarik hati kita berharap diingat untuk kemudian berlanjut ke
tahap selanjutnya.
Kita mencari perhatian dari atasan kita, rekan
kerja, teman-teman agar kesempatan untuk diingat, dan disenangi terbuka.
Iklan-iklan pun semakin "caper" dengan berbagai
dramatisasi receh, norak, hingga fantastis.
Tujuannya sama, mencari perhatian untuk
kemudian bisa diingat.
Siapa pun yang diingat menjaga kesempatannya
akan apapun yang bisa muncul kemudian, kesempatan bisnis, kesempatan menjalin
hubungan, kesempatan berteman baik, kesempatan promosi pekerjaan, kesempatan
menjadi terkenal dan kaya raya dan lain sebagainya.
Ketika tidak diingat maka kesempatan itu pun
pudar, kita tidak dianggap ada dan kita tidak masuk dalam pilihan, apapun
konteks dan situasinya.
Brand yang tidak diingat pun harus mengubur dalam-dalam harapan
untuk dibeli, walaupun menjadi diingat tidak menjamin berakhir dengan
pembelian.
Untuk itu pula brand menggelontorkan
pundi-pundi rupiahnya untuk mendominasi media, menyampaikan ceritanya dengan
harapan membangun memory yang akan menjaga peluangnya untuk dibeli.
Sayangnya cara otak manusia bekerja berbeda
dengan hard disk komputer.
Jika hard disk komputer memiliki lokasi
fisik di mana sebuah data disimpan yang membuat rusaknya bagian itu sebagai
pencetus dari tidak bisa diaksesnya informasi tersebut, tidak ada satu bagian
secara fisik yang digunakan untuk menyimpan sebuah memori.
Otak menyimpan memori melalui kombinasi syaraf
yang bereaksi secara bersamaan.
Artinya memori yang berbeda disimpan melalui
kombinasi syaraf yang berbeda yang terstimulus.
Komputer menyimpan data dengan kemampuan indexing
yang memungkinkan kita untuk me-recall-nya dengan memasukkan kata
kuncinya.
Sementara otak kita menyimpan memori melalui emotional
saliency yang menyertainya.
Berbagai informasi yang menggugah emosi kita
diartikan sebagai otak sebagai sesuatu yang harus disimpan untuk bisa dipanggil
kembali nanti.
Emosi adalah penanda penting atau tidaknya
sebuah informasi.
Untuk itu kita ingat teman sekolah kita dulu
yang pernah dihukum bersama, kita ingat orang yang pernah menolong dan
menyakiti kita begitu hebatnya.
Kita ingat tempat pertama kita berkencan dengan
cinta pertama kita.
Kita ingat mobil yang kita gunakan menerobos
macet mengantar istri yang harus segera bersalin, kita ingat sekali mantan yang
paling berkesan.
Berbagai cerita yang membangkitkan emosi baik
menyenangkan, menyakitkan, menggembirakan, menyedihkan itulah yang menjadi password
untuk otak untuk menyimpannya.
Dan atas tingkat saliensi emosi dan perasaan
yang ditimbulkan oleh berbagai momen itu pun kita bisa membedakan mantan yang
biasa-biasa saja dengan mantan terindah yang masih sesekali mampir di mimpi
kita.
Berbagai elemen yang ada dalam cerita itu pun
terbawa dalam ingatan kita dan akan berguna sebagai trigger di kemudian
hari.
Kita mendadak ingat almarhum orang tua ketika
kita melihat sarung dengan corak yang mirip dengan yang biasa digunakan
almarhum.
Kita mendadak melankolis ketika mendengar lagu
yang biasa kita dengarkan dan nyanyikan bersama dengan sosok yang pernah
singgah dengan begitu berkesannya di hidup kita.
Bahkan orang tua yang ditinggal mati
pasangannya sebegitu sulitnya diajak pindah dari rumah yang pernah ia tempati
dengan almarhum.
Momen bisa berlalu, tapi perasaan kita tetap
tinggal melalui trigger-trigger tersebut.
Seperti kata Geisha, "Lumpuhkanlah
ingatanku, hapuskan tentang dia, kuingin kulupakannya", memory
terasa sebegitu nyata ketika penuh akan cerita yang sarat emosi.
Seketika kita pun tak kuasa menahan sakitnya
hanya dengan mengingatnya dan memilih untuk menjadi amnesia.
Ingatan begitu sulit dibangun, namun ketika
menempel dengan emotional saliency yang intens maka sulit untuk
melupakannya.
Kita pun tak kuasa untuk menolak ingatan
tersebut.
Brand juga diingat melalui berbagai macam cerita.
Cerita dari bagaimana kita dipuji calon mertua
akibat brand restoran tempat kita membeli makanan, cerita tentang
bagaimana berkesannya liburan di sebuah resort, cerita tentang bagaimana
kita menjuarai kompetisi basket dengan menggunakan sebuah brand sepatu.
Tidak jarang cerita tersebut tidak direncanakan
oleh brand owner-nya, seperti bagaimana kita ingat maskapai yang
memberikan kita momen kehilangan bagasi.
Berbagai cerita tersebut akan menjadi pintu
masuk untuk brand kita diingat oleh konsumen dengan atau tanpa campur tangan
kita.
Seperti ucapan David Brier, "If you don"t
give the market the story to talk about, they"ll define your brand"s story for
you".
Brand strategist yang baik akan selalu menciptakan cerita dan
menciptakan experience yang akan menciptakan cerita tentang brand-nya
di benak konsumen secara positif.
Cerita yang positif, cerita yang berkesan dan
menggugah emosi positif sehingga diingat sebagai sesuatu yang positif yang
membuat konsumen berpikir dua kali untuk melewatkannya dan meninggalkannya.
Sama seperti bagaimana mereka mengingat
bagaimana menyesalnya mereka meninggalkan sang mantan terindah. (Ignatius
Untung S, Praktisi Neuromarketing dan Behavioral
Science)-qnt
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan
judul "Belajar Bangun "Brand" dari Mantan Terindah",
Klik untuk baca: www.kompas.com/properti/read/2021/04/28/113425821/belajar-bangun-brand-dari-mantan-terindah