WahanaNews.co | Beberapa waktu lalu, istilah closure dalam sebuah hubungan ramai diperbincangkan oleh warganet.
Menurut seorang psikolog sosial, Arie Kruglanski, closure adalah konsep pengambilan keputusan yang bertujuan untuk memberikan jawaban sehingga tidak tercipta kebingungan (ambiguitas) dalam suatu hubungan.
Baca Juga:
Winson Reynaldi Dikecam Usai Parodikan Paus Fransiskus, Akhirnya Minta Maaf
Dilansir dari Psypost, penelitian yang diterbitkan Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa seseorang yang sangat membutuhkan closure dalam hubungan justru lebih mungkin untuk menjadi pelaku ghosting.
Tak hanya itu, mereka juga berisiko mengalami dampak psikologis yang lebih parah apabila menjadi korban ghosting daripada seseorang yang tidak terlalu membutuhkan closure dalam hubungan.
Ghosting adalah fenomena saat seseorang secara tiba-tiba dan tanpa penjelasan mengakhiri suatu hubungan. Biasanya, ghosting ditandai dengan mengakhiri suatu hubungan dengan memutuskan semua bentuk komunikasi secara tiba-tiba.
Baca Juga:
Foto Mahfud MD Naik Jet Pribadi Viral, Ini Klarifikasinya
Seorang mahasiswa doktor dan anggota Close Relationship Laboratory di University of Georgia, Christina M. Leckfor dan rekan-rekannya melakukan serangkaian penelitian untuk menguji hubungan antara kebutuhan closure dan ghosting di kalangan dewasa di Amerika Serikat (AS).
Dalam ketiga studi tersebut, peserta diperoleh melalui platform daring Prolific Academic.
Dalam studi pertama, 553 peserta menyelesaikan versi singkat dari Need for Closure Scale yang menanyakan sejauh mana mereka setuju atas beberapa pernyataan, seperti "Saya tidak suka situasi yang tidak pasti" dan "Saya suka hubungan yang jelas dan kehidupan terstruktur".