WahanaNews.co | Jika anda atau keluarga terpapar virus corona, jangan panik, hadapi dengan senyum. Tulisan ini agak panjang mohon bersabar membaca hingga akhir ya.23 November 2020 yang lalu, saat saya dan teman berada di samosir dalam rangka memberikan dukungan kepada salah satu paslon pilkada, dapat khabar dari salah seorang anggota tim bahwa seorang teman (LS), terkonfirmasi hasil rapid test nya reaktif. Mendengar berita tersebut, sahabat LS, langsung kami minta agar melakukan isolasi mandiri dan sementara tidak perlu terlibat kegiatan tim.Melihat kondisi dilapangan, akhirnya saya dan anggota tim lainnya (SS) dan CS , bersepakat untuk segera meninggalkan samosir dan pulang ke Jakarta tgl 24 Nov 2020, melalui Silangit.25 Nov 2020, sesampai di rumah, saya mengalami deman dan flu. Saya anggap flu biasa dan seperti biasanya makan obat dan dipanggil tukang pijat ke rumah, sampai dua kali di pijat.Namun demamnya tidak turun turun. Akhirnya saya putuskan untuk swab PCR. Hasilnya NEGATIF. Hari kelima sejak saya deman, isteripun ikutan jadi demam dan flu. Hari kedua sejak isteri deman dan flu, langsung melakukan swab PCR. Hasilnya Positif.Oleh karena isteri positif, kami semua memutuskan melakukan isolasi mandiri di rumah (satu orang 1 kamar) kebetulah kamar tidur cukup. Besoknya kami ( saya, anak CS, anak LTS, asisten RT dan keponakan FM), melakukan swab PCR , hasilnya ( anak CR, anak LTS, Asisten RT, dinyatakan POSITIF, sedangkan saya dan keponakan FM dinyatakan negatif.Dengan keadaan ini, saya dan anggota keluarga terlihat sedikit panik dan mulai kehilangan harapan. Namun karena seisi rumah tinggal saya yang negatif, tentu saya harus bertindak sebagai penyemangat. Dengan berbagai cara, mulai dari menyakinkan bahwa virus ini bisa dikalahkan asalkan kita semua konsisten berusaha dan disiplin ( makan yang cukup dan bergizi, makan obat, makan vitamin, olah raga ringan, berjemur dan hati yang gembira).Jujur saya akui saya pun sebenarnya sudah sangat khawatir. Bahkan berfikiran kemungkinan terburuk yg macam macam. Saya hanya tampak pura pura semangat saja dihadapan anggota leluarga yang terpapar, namun hati sesungguhnya sudah rapuh dan hampir kehilangan harapan. Bayangkan isteri dan dua anak terpapar covid19. Kalau terjadi apa apa, apa artinya hidup ini, begitu pikiran yg terlintas.10 hari kemudian sejak isteri dinyatakan positif, kami (isteri dan saya) kembali melakukan swab PCR, hasilnya isteri NEGATIF, eh malah saya dinyatakan POSITIF.Oleh karena isteri pada swab kedua langsung negatif, secercah harapan mulai tumbuh dan bersinar pelan pelan. Artinya, Covid19 bisa dikalahkan. Namun yang aneh, saat saya dinyatakan posititlf, kondisi saya secara fisik justru pada kondisi terbaik (tidak lagi flu dan demam) alias segar bugar.10 hari kemudian sejak anak saya CS , LTS dan asisten RT positif, mereka di swab PCR lagi. Hasilnya anak CS dan asisten RT sudah Negatif, namun anak bungsu LTS, masih Positif.10 hari kemudian sejak saya dinyatakan positif, saya dan anak bungsu LTS, melakukan swab PCR lagi, hasilnya saya langsung negatif, namun anak LTS masih Positif. Artinya anak yang usianya baru 16 tahun, tanpa ada riwayat penyakit bawaan justru 3 kali swab masih positif. Swab ke 4 baru hasilnya negatif.Mengapa anak yang usia 16 tahun justru lambat sembuhnya? Jawabannya sementara sederhana, selama terpapar covid dia kurang disiplin olah raga ringan dan berjemur seperti yang kami lakukan, sehingga ada kemungkinan immun tubuhnya ( istilah dokter Tirta, tentaranya tidak siaga).Apa makna yang bisa dipetik dari kisah diatas?1. Jika anda atau keluarga anda terpapar covid19, jangan panik, hadapi dengan senyum (maksudnya, tetaplah semangat namun berusahalah terus dan berdoalah).2. Kenali kondisi yang anda alami. Apakah hanya flu, deman tanpa sesak bernafas? Jika ya maka tindakan yang tepat adalah isolasi mandiri di rumah (jika kondisi rumah memungkinkan). Jangan buru buru ke rumah sakit. (JP)